Peranan Pimpinan Informal Dalam Komunikasi Pembangunan

Kepemimpinan tumbuh secara alami diantara orang-orang yang dihimpun untuk mencapai suatu tujuan dalam satu kelompok. Sarwono (2005), kepemimpinan adalah suatu proses perilaku atau hubungan yang menyebabkan suatu kelompok dapat bertindak secara bersama-sama atau secara bekerjasama sesuai dengan tujuan bersama. Pemimpin adalah orang yang melaksanakan proses, perilaku, atau hubungan tersebut. Hemphil dan Coons (1957 dalam Sarwono, 2005) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah perilaku seorang individu ketika ia mengarahkan aktivitas sebuah kelompok menuju suatu tujuan bersama. Berdasarkan jenisnya, pemimpin terbagi dua, yaitu pemimpin formal dan pemimpin informal. Menurut Mardikanto (1991:205), pemimpin formal adalah pemimpin yang disamping memperoleh pengakuan berdasarkan kedudukannya, juga memang memiliki kemampuan pribadi untuk memimpin yang andal. Pada tataran pembangunan seorang pemimpin formal pada umumnya selalu memberikan berbagai kebijakan mengenai pembangunan pertanian yang sebelumnya disosialisasikan kepada masyarakat melalui media masa atau melalui pertemuan langsung dengan petani dalam suatu rapat kelompok tani. Sedangkan, menurut Darmaputera (2004) pemimpin informal tidak menjadi pemimpin karena faktor legalitas, tapi terutama karena faktor “legitimitas”. Artinya, walaupun tak ada kongres atau muktamar yang menetapkan demikian, tapi rakyat dengan spontan menerima dan memperlakukan yang bersangkutan sebagai pemimpin mereka. Walgito (2003:93) menyatakan bahwa pemimpin informal adalah pemimpin yang mempunyai batas-batas tertentu dalam kepemimpinannya. Pemimpin informal adalah orang yang memimpin kelompok informal yang statusnya tidak resmi, pada umumnya tidak didukung oleh peraturan yang tertulis seperti pada kelompok formal. Slamet (2003:69) dalam proses kepemimpinan tersebut pemimpin membimbing, memberikan pengarahan, mempengaruhi perasaan dan perilaku orang lain, menfasilitasi serta menggerakkan orang lain untuk bekerja menuju sasaran yang diinginkan bersama. Semua yang dilakukan pimpinan harus bisa dipersiapkan oleh orang lain dalam organisasinya sebagai bantuan kepada orang-orang itu untuk dapat meningkatkan mutu kerjanya. Dalam pelaksanaan pembangunan saat sekarang ini, pemimpin informal memiliki peranan penting dalam menyampaikan pesan-pesan pembangunan agar masyarakat atau kelompok yang dipimpinnya dapat terlibat secara aktif dan berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan. Secara pragmatis, Quebaral (dalam Nasution,1996:128) merumuskan bahwa komunikasi pembangunan adalah komunikasi yang dilakukan untuk melaksanakan rencana pembangunan suatu negara. Selanjutnya, Gomes (dalam Nasution, 1996:128) merumuskan komunikasi pembangunan sebagai disiplin ilmu dan pratikum komunikasi dalam konteks negara-negara sedang berkembang, terutama kegiatan komunikasi untuk perubahan sosial yang berencana. Komunikasi pembangunan dimaksudkan untuk secara sadar meningkatkan pembangunan manusiawi, dan itu berarti komunikasi yang akan menghapuskan kemiskinan, pengangguran, dan ketidakadilan. Pemimpin informal dalam pembangunan sebagai tempat bertanya atau tempat berdiskusi ataupun dapat bekerjasama dengan agen pembaharuan dalam menyebarluaskan pesan-pesan pembangunan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat atau anggotanya. Mardikanto (1991:216) dan Asngari (2001:32) sebagai implementasi dari jiwa dan pengabdian seorang pemimpin selayaknya dalam proses pembangunan peranan pemimpin informal dapat berpedoman pada falsafah pendidikan dan kepemimpinan dari Ki Hajar Dewantara, yang mencakup tiga dimensi, yaitu: 1. Ing ngarsa sung tulada, artinya jika dimuka seorang pemimpin harus mampu menjadikan teladan atau panutan, memiliki idealisme yang kuat, serta mampu menjelaskan cita-cita kepada para pengikutnya. 2. Ing madya mangun karsa, artinya jika ditengah seorang pemimpin harus mampu dan mau memahami kehendak anggotanya, merasakan suka dukanya, dan dapat pula merumuskan kehendak serta keinginan anggotanya untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang direncanakan demi terwujudnya cita-cita atau harapan yang hendak dicapai. 3. Tut wuri handayani, artinya jika dibelakang seorang pemimpin mampu mengikuti perkembangan masyarakatnya serta, serta mampu menjaga agar perkembangan tersebut tidak menyimpang dari nilai-nilai atau norma-norma yang telah diterima oleh masyarakat yang dipimpinnya. Dilihat dari peran pemimpin tidak resmi atau informal leader dalam memotivasi anggotanya atau masyarakat, dalam hal ini memotivasi diartikan mendorong dan memberi semangat kepada anggota atau bawahannya. Pemberian motivasi dari pemimpin informal kepada masyarakat berupa wejangan-wejangan supaya ikut aktif dalam pembangunan. Pimpinan informal dijadikan penghubung dalam mengkomunikasikan berbagai program pembangunan agar anggota kelompok yang dipimpinnya dapat menerima. Dalam peranan informal dalam komunikasi pembangunan, penulis memberikan contoh pada kelompok tani Indah Sakato di daerah Batang Anai Kabupaten Padang Pariaman. Kelompok tani ini yang diketuai oleh Bapak Marsilan. Bapak Marsilan sebagai ketua kelompok tani terus berupaya melakukan peningkatan untuk kesejahteraan anggotanya. Dimana di dalam melakukan penyampaian pesan komunikasi, beliau selalu berusaha memberikan informasi atau pembaharuan yang ada dengan tidak cara mengajarkan atau menggurui anggotanya. Adapun pembaharuan yang dilakukan melalui ialah dengan menggentikan penggunaan pupuk kimia menjadi pupuk organik. Beliau mengungkapkan: “Sebelum adanya penggunaan pupuk organik, 8 dari 10 petani dikelompoknya menggunakan pupuk kimia, para petani tersebut berfikir dengan penggunaan pupuk kimia akan memberikan hasil produksi yang lebih, tetapi dengan biaya yang cukup mahal seperti untuk pembelian pestisida. Sedangkan apabila petani menggunakan pupuk organik dengan biaya yang tidak banyak, cukup berasal dari kotoran hewan saja, sehingga dengan lambat laun petani tersebut secara pelan-pelan beralih untuk menggunakan pupuk organik tanpa adanya paksaan dari saya sebagai ketua kelompok.” Selain itu, sebagai ketua kelompok tani atau pemimpin informal beliau selalu menempatkan anggota kelompoknya sebagai satu kesatuan untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai, dan dengan memberikan peran bagi anggotanya, sehingga setiap ada inovasi anggotanya selalu merasa dilibatkan. Dengan melibatkan anggota kelompok tani, akan mendorong partisipatif dari anggota kelompok. Serta, apabila adanya inovasi dan informasi yang ada maka anggota kelompok akan mengetahui informasi dan inovasi tersebut secara terbuka. Tanpa adanya kepentingan-kepentingan tertentu dari ketua kelompok. Karena tidak jarang juga, dari ketua kelompok tani atau pemimpin informal suatu kelompok tertentu justru mendahalukan kepentingan-kepentingan pribadinya daripada kepentingan anggota kelompok, sehingga tujuan pembangunan yaitu untuk mencapai kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat akan terganggu bahkan tidak dapat terwujud dengan lancar. Kesimpulan Setiap pemimpin dalam pembangunan harus berkewajiban untuk melakukan fungsi dan peranannya dalam menggerakkan dan membangun sumber daya masyarakat atau anggotanya untuk mencapai tujuan pembangunan atau pemberdayaan sesuai dengan yang direncanakan. Setiap pemimpin selalu meinginkan adanya pembaharuan, karena seorang pemimpin tahu bahwa dengan pembaharuan akan dapat dihasilkan mutu yang lebih baik. Oleh karena itu, pemimpin informal harus selalu mendorong semua anggota dalam kelompoknya untuk berani melakukan inovasi atau pembaharuan. Pemimpin informal mempunyai dampak positif dan negatif terhadap kelompoknya. Dampak positif seorang pemimpin informal akan lebih mengutamakan ideologi dan realisasi tujuan rencana kerja daripada tujuan pribadinya, sedangkan dampak negatif dari seorang pemimpin informal adalah mementingkan tujuan dirinya sendiri daripada ideologi-ideologi kelompok atau pengikutnya. Seringkali ideologi digunakan untuk memperoleh kekuasaan dan setelah kekuasaan itu didapatnya, maka ideologi itu ditinggalkan atau diubah sesuai dengan tujuan pribadinya sendiri.

Posting Komentar

0 Komentar