KASMAN “SEJAK BERTANI, BUMI TAK GOYANG LAGI”




Perjalanan menyisiri jalan tanah berbatu di tepi irigasi itu harus dilalui dengan hati-hati, mengingat hanya muat satu mobil dan tidak rata. Jalan yang berada di tengah hamparan sawah yang subur itu merupakan satu-satunya akses menuju rumah Kasman salah seorang profil petani Sumbar yang mandiri. Rumah yang berada terpencil dan satu-satunya rumah di tengah persawahan itu, benar-benar gambaran dari kemandirian seorang petani.
Betapa tidak, rumah semi permanen itu jika dilihat dari luar tak beda jauh dari rumah kebanyakan. Namun jika ditelisik lebih dekat bakal membuat kagum orang melihatnya. Sebut saja untuk kebutuhan energi listrik telah mampu berdikari dengan adanya panel surya yang tertancap di atap rumah. Sehingga walau berada di tengah hamparan sawah dan tidak ada jaringan listrik di sekitarnya tidak membuat Kasman benar-benar terisolasi. Ketersediaan listrik tenaga surya ini mampu mencukupi kebutuhan hariannya, seperti penerangan lampu dan sejumlah alat elektonik rumah tangga lainnya seperti televisi dan sebagainya.
Lain energi listrik, lain pula energi gas. Kalau panel surya yang tertancap di atas atap rumah dijadikan sebagai penyuplai energy listrik, sementara penyuplai energy gas yang berguna untuk memasak didapatkan Kasman dari kotoran ternak yang dibudidayakannya. Tak kurang dari 16 ekor sapi peliharannya siap menjadi penyuplai bahan baku biogas tiap harinya. Kalau boleh disebut, Kasman telah swasembada dengan energi yang dibutuhkan setiap orang. Padahal penduduk perkotaan sering dipusingkan oleh ketersediaan energi ini.
Siang itu Kasman dengan beberapa anggota kelompok tani Mekar Jaya, Katapiang Pariaman sedang berdiskusi tentang pertanian organik khususnya padi. Di hadapan mereka ada satu unit laptop, dan beberapa buku panduan tentang pertanian organik lengkap dengan sejumlah kertas display tentang program kerja. Memang, pemandangan yang agak
kontras bagi orang awam melihat ketika sekelompok petani rakyat mengunakan laptop dalam diskusinya. Namun begitulah adanya yang terjadi di kelompok tani tersebut. Mereka walau berpenampilan petani kebanyakan, namun dari segi kreatifitas dan inovasi tak bakal jauh beda dengan mereka yang terbiasa kerja kantoran.
Kenyataan ini tidak dilebih-lebihkan, sebab keadaan membuat mereka untuk berimprovisasi dan berpikir keras untuk keluar dari hambatanhambatan hidup yang menghadang. Sebut saja salah satu contohnya, inovasi Kasman dalam menaklukan sawah rawa yang ada di sekitarnya, dalam kondisi tersebut dia berupaya agar hand tractor yang digunakan tidak tenggelam ketika membajak sawah. Agar keluar dari kesulitan tersebut Kasman berpikir untuk membuat pelampung bagi hand tractornya. Berkat pengalaman pernah kerja di bengkel, Kasman kemudian merancang pelampung hand tractor dari potongan drum. Berkat inovasi tersebut sejumlah petani lain di sekitar Katapiang ikut menikmati manfaatnya, namun kemudian hari di sejumlah daerah lain yang memiliki
kendala yang sama ikut meniru apa yang telah dibuat Kasman.
Berkat kejujuran, inovasi dan kegigihannya dalam berusaha mengantarkan Kasman sebagai Ketua Kelompok Tani Mekar Jaya dengan belasan angota yang selalu seiya sekata dalam menghadapi masalah pertanian di daerahnya. Bukan hal yang mudah dalam menerapkan teori yang didapat dengan kondisi lapangan. Sehingga inovasi dan berpikir
keras untuk keluar dari persoalan itu menjadi kunci keberhasilan bagi seorang Kasman.
Padahal, lebih jauh bapak dari tiga anak ini mengisahkan dasar hidup yang dilakoninya adalah seorang nelayan yang notabene bertolak belakang dari kehidupannya sekarang. Mengapa bertolak belakang? Kalau nelayan, mereka telah terbiasa dengan pola hidup mengambil yang telah ada tanpa harus pusing untuk memelihara atau menaman dari awal. Sementara kalau hidup sebagai petani harus telaten untuk merawat mulai dari menanam hingga panen. Perubahan yang drastis ini dilalui Kasman setelah bekeluarga.
Dia mengakui, dari perubahan tersebut hidup semakin tenang tanpa dirisaukan dengan keselamatan kapal beserta anak buah kapal (abk-nya). Dia mengenang, saat hari badai perasaan selalu dihantui oleh keberadaan armada kapal ikannya yang sedang melaut. Sewaktu sukses menjadi nelayan dulu, Kasman sempat memiliki 7 kapal penangkapan ikan dan belasan abk. Semua kesuksesan itu berawal dari hasil kerja kerasnya sebagai teknisi di salah satu bengkel. Hasil kerja sewaktu masih bujangan itu mampu mengantarkannya sebagai pemilik bagan dengan modal awal merenovasi mesin yang sudah rusak untuk dijadikan motor penggerak yang melayarkan bagan dari Painan, Pesisir Selatan hingga ke Air Bangis
di Pasaman. Hasil yang didapat sebagai juragan itu, Kasman mampu membangun rumah yang layak bagi orangtuanya dan menjadi tulang punggung bagi keluarga besarnya yang lain.
Namun karena inovasinya merancang pukat atau jala yang mampu menghasilkan tangkapan ikan yang lebih banyak, membuat nelayan lain merasa dirugikan sehingga menimbulkan perselisihan dengan sejumlah nelayan. Untuk menghidari hal tersebut, Kasman lantas menjual sejumlah kapalnya dan sebahagian lain diberikan kepada angggota keluarga yang masih melaut. Kenyataan ini bukan membuat Kasman surut atau menyesal malah memicunya untuk berkiprah di sektor lain yakni pertanian. Sambil berseloroh dia menyebutkan, dengan menjadi petani maka bumi ini tidak “bergoyang” lagi, sebab kalau masih sebagai nelayan sebahagian besar hidupnya dihabiskan di laut yang notabene selalu “bergoyang” oleh ombak.
Ketika awal beralih profesi dari nelayan ke petani, Kasman memiliki keinginan yang tinggi untuk belajar, terutama dalam teknis pekerjaan barunya itu. Untuk mewujudkan keinginan tersebut, Kasman tidak malu untuk belajar dengan bergabung bersama kelompok tani yang telah ada di kawasan tersebut, walau di kampung yang berbeda yakni Tanjung
Jaya. Dari kelompok itulah Kasman menimba ilmu tentang pertanian hingga suatu saat, karena keanggotaan yang makin banyak maka dibentuklah kelompok tani yang baru yakni Tanjung Mekar. Kurun waktu 3 tahun semenjak berdirinya, kelompok tani Tanjung Mekar telah berupaya memberikan kontribusi yang positif terhadap petani di wilayah tersebut
di mana kasman bertindak sebagai ketuanya.
Berbicara tentang pertanian organik, Kasman mengungkapkan banyak dampak positif yang telah dirasakannya sejak memulai sistem tersebut sekitar 2 tahun lalu baik dari segi ekonomi, sosial hingga kesehatan. Beranggotakan 19 orang angota kelompok tani Mekar Jaya yang bergerak di bidang padi organik, saat ini mereka sedang menunggu keluarnya
sertifikat organik yang bakal mempermudah proses pemasarannya. Memang harus diakuinya, tanpa sertifikat tersebut, proses penjualan agak sedikit terkendala karena pasar bakal percaya kalau telah dilampirkan keabsahan organiknya melalui sertifikat. Walau saat ini, pasar tetap
menerima dengan prinsip kepercayaan karena wilayah pasar masih di sekitar Pariaman dan di lingkungan terdekat. Dari segi ekonomi, harga padi organik yang ditawarkan relatif lebih tinggi dari padi konvensional hal ini kabar yang mengembirakan bahwa pasar mulai teredukasi dengan kelebihan yang dimiliki padi organik karena faktor sehatnya.
Disamping itu, kebijakan pemerintah Provinsi Sumbar juga sangat mendukung, melalui Dinas Pertanian melakukan insentif berupa pemberian subsidi sebesar Rp 250 setiap kilogram beras organik yang dihasilkan. Sehingga dengan kebijakan tersebut, para petani yang mengusahakan dapat bernafas lega. Kebijakan itu sangat membantu terutama menjelang membudayanya masyarakat mengkonsumsi beras organik.
Pada awalnya memang agak sulit untuk menyakinkan para petani agar mau berusaha dengan pola atau sistem pertanian organik ini namun, dengan keyakinan dan kegigihan yang terus menerus maka satu persatu para petani yang biasanya melakukan sistem konvensional mau beralih ke pola organik.
Ibarat pepatah Minang, “Padi Masak, Jaguang Maupiah, Taranak Bakambangbiak” yang memiliki pengertian tentang kesejahteraan sepertinya telah dirasakan oleh Kasman. Dengan sistem diversifikasi pertanian yang telah dilakukannya selama sepuluh tahun ini dapat mengambarkan pepatah tersebut. Secara lahiriah, dengan mengusahakan pertanian sawah dengan lahan sekitar 3 Ha dan didukung oleh 16 ekor sapi yang merupakan bantuan kredit lunak dari pemerintah serta ditambah lagi dengan bantuan tahap pertama berupa bibit ikan nila sebanyak 3000 ekor dan 6 karung makanan ikan. Mangambarkan sosok petani yang mandiri dengan berbagai sisi usaha pertanian secara lengkap.
Kasman menyebutkan, kepemilikan sapi tersebut bukan diperoleh secara mudah berupa bantuan lepas semata namun lebih kepada pembayaran dengan cara kredit dan harus memiliki anggunan atau jaminan kredit berupa tanah yang dimilikinya di belakang rumah. Kelebihannya, jika dibandingkan dengan kredit biasa, bantuan yang diperolehnya ini cukup lunak seperti pembayaran dilakukan setelah setahun berusaha dan juga memiliki bunga kredit yang tetap. Dengan pola ini, dia mengaku sangat terpacu untuk berusaha lebih keras dan lebih baik, karena adanya faktor bantuan yang mengikat sepeti anggunan yang menjadi jaminan kreditnya. Dia berpendapat jika pola bantuan lepas saja, sepertinya si penerima tak memiliki beban dan bahkan menganggap sapi bantuan itu hanya sebagai hak yang mereka terima tanpa ada upaya untuk mengembangkan dan mengoptimalkan sebagai bidang usaha. Berkat ketekunan dan kerjakeras selama ini, sapi yang diperoleh dari bantuan kredit lunak itu hampir lunas.
Di sisi lain Kasman juga mengungkapkan, selama ini telah beberapa kali mendapatkan bantuan dari berbagai instansi pemerintah dan kesemuanya itu berkat kepercayaan yang selama ini dia pegang. “Sebab, apapun usaha yang digeluti semuanya bergantung pada kejujuran kita sebagai pemegang amanah”, ujar Kasman.
Bantuan terakhir yang diterimanya adalah Gerakan Pemberdayaan Petani, berupa pemberian berbagai bibit tanaman pertanian dan perkebunan yang bernilai ekonomis disamping itu juga bantuan terhadap pembuatan sarana biogas yang bersifat permanen. Sebelumnya, perangkat biogas yang dimiliki Kasman hanya bersifat sederhana dengan bantuan bernilai puluhan juta itu, saat ini fasilitas energi gas dirumahnya semakin
berdayaguna. Disamping itu sebelumnya, bantuan yang pernah diterimanya adalah program SRI yakni bantuan mekanisasi pertanian berupa alat-alat seperti hand tractor dan sebagainya dengan nilai sekitar Rp 40 juta. Semua bantuan itu dianggap Kasman sebagai amanah yang harus dipetanggungjawabkan dan bukan hanya sebagai bantuan lepas semata.


BERIKUT BEBERAPA PROFIL PETANI DI SUMATERA BARAT : JAFRINAL, MENHENRI, HESRI YELDI, HENDRI SONI, SUGIHARTI, DEWI KARLINA, KASMAN, FAUZI, dan INDRA MERDI.

Posting Komentar

0 Komentar