Dinamika UMKM di Indonesia

Menurut Supriyanto (2006: 11) semenjak terjadinya krisis ekonomi, sektor UMKM merupakan sektor penyangga perekonomian Indonesia. Kemampuan sektor ini menahan goncangan krisis dibandingkan perusahan-perusahaan besar, membuat ada keyakinan bahwa masa depan perekonomian Indonesia berada di sektor ini. Usaha mengembangkan UMKM juga bukan merupakan barang baru. Sejak dulu upaya ini telah ada, di zaman Orde Baru, upaya pengembangan UMKM dikaitkan dengan upaya pemerataan. Dulu ada program KUK, KIK maupun orang tua asuh yang dimaksudkan untuk meningkatkan keberadaan UMKM.

Selama masa reformasi pun UMKM mendapat perhatian serius, Pemerintahan BJ Habibie berani mengeluarkan dana hingga Rp20 triliun atau sebanding dengan 10% dana APBN dalam upaya pengembangan UMKM. Sayangnya, pelaksanaan program terdahulu kurang memberikan dampak yang signifikan bagi pengembangan UMKM. Faktor utama yang menyebabkan kegagalan program terdahulu adalah kesalahan dalam menyalurkan kredit, sehingga kredit jatuh bukan pada pihak pengusaha yang berhak. Program penyaluran kredit mikro memang rentan penyelewengan. Sulit sekali menjamin bahwa kredit mikro yang disalurkan benar-benar sampai kepada pihak yang berhak untuk mendapatkannya. Pengalaman terdahulu menunjukkan besarnya dana yang salah sasaran sehingga tingkat pengembaliannya pun menjadi rendah. Permasalahan dalam UMKM di Indonesia.

Bantuan bank untuk menyalurkan kredit memang sangat diperlukan. Bank dapat lebih objektif melakukan penyeleksian sesuai realitas bisnis dari UMKM. Namun hal ini akan menyulitkan UMKM sendiri karena masih sulitnya sebagian besar dari usaha kecil untuk mempersiapkan berbagai syarat yang harus dipenuhi dalam upaya untuk memperoleh kredit seperti NPWP, proposal kelayakan usaha, laporan keuangan dan sebagainya. Untuk itu perlu dipikirkan mekanisme yang baik dalam menyaring UMKM yang akan diberikan kredit (Supriyanto, 2006: 12)

Permasalahan kultural terjadi akibat perbedaan pandangan mengenai suatu usaha antara budaya industri dan tradisional. Kebanyakan pengusaha pada sektor UMKM masih berpandangan tradisional sehingga hanya memandang usaha secara sempit. Pengusaha kecil melihat usaha dalam jangka pendek dan statis, tanpa mau tahu apa yang nantinya akan dilakukan berkaitan dengan usahanya. Sedangkan sektor industri melihat sebuah usaha sebagai suatu yang dinamis sehingga terus dituntut sebuah perubahan agar sebuah usaha dapat terus bertahan dan berkembang. Faktor kultural inilah yang kadang kala menghambat usaha pengembangan sektor UMKM karena pengusaha UMKM sendiri kurang memiliki niat untuk mengembangkan usahanya. Konsep UMKM Menurut Undang-Undang.
Di sinilah diperlukan pendekatan budaya untuk mengubah pandangan pengusaha UMKM agar lebih inovatif dan berambisi meningkatkan usahanya. Untuk menyelesaikan masalah-masalah di atas diperlukan niat serius pemerintah dalam mengembangkan UMKM. Tidak mudah untuk mengembangkan sektor UMKM sehingga perlu banyak usaha dari pemerintah. Jangan sampai pengembangan UMKM ini bersifat sporadis dan tidak sustainable (Supriyanto, 2006:12).

Posting Komentar

0 Komentar