PERTANIAN ORGANIK DI SUMATERA BARAT



Perjalanan panjang pertanian organik di Sumbar tak bisa dilepaskan dari gasasan serta kegigihan Balai Perlindungan Tanaman Sumbar. Perjuangan itu makin berlanjut hingga mendapatkan hasil. Memang, suatu perjalanan panjang dari gagasan di era 80an hingga memperlihatkan hasil di tahun 2000-an.
Salah seorang perintis sistem pertanian organik di Sumbar, Ir Indra Yully menguraikan sejarah panjang itu, malahan sosok yang masih energik walau telah memasuki masa pensiun ini secara lugas menceritakan cikal bakal dan perkembangan pertanian organik yang telah mulai memasyarakat di Sumbar. Dia mengungkapkan ketika itu awal tahun 90an, hingga tahun 1997 dia ditugaskan khusus melakukan sejumlah eksplorasi dan mengindentifikasi guna menggali potensi berupa musuhmusuh alami dari hama dan penyakit bagi komoditas pertanian yang diusahakan petani di Sumbar.
Perburuan itu meliputi patogen dari kelompok cendawan, bakteri dan virus. Hasil yang didapat dari eksplorasi itu terdiri dari 27 jenis agen hayati dan 18 jenis bakteri serta sejumlah cendawan yang merupakan musuh alami dari hama pengganggu.
Indra Yully masih ingat, ketika beliau membawa hasil identifikasi itu ke Departemen Pertanian RI di Jakarta untuk dipresentasikan di depan para pejabat pusat di kementrian tersebut. Namun tidak hanya dari para pejabat saja, malah dalam presentasi itu juga dinilai oleh tiga orang profesor dari Institut Pertanian Bogor dan juga dari Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Pada momen yang menentukan dan bersejarah tersebut, mampu menyakinkan para pengambil kebijakan di Departemen Pertanian untuk menyetujui dan mengelontorkan dana bagi pengembangan sistem pertanian organik di Sumbar, kenyataan ini dibuktikan pada tahun 1998 telah dialokasikan dana khusus. Maka sejak itu, penerapan sistem pertanian organik mulai gencar-gencarnya dilakukan dengan langkah awal pendirian Pos Informasi dan Pelayanan Agen Hayati atau biasa disebut Pos Ipah.
Pada awalnya tidak banyak jenis pendanaan yang ditujukan untuk pendirian Pos Ipah tersebut dan termasuk kedalammnya kelengkapan kerja dari Pos Ipah, langkah ini juga didukung badan pangan PBB yakni FAO dalam bentuk kerjasama studi khusus tentang agen hayati. Perjalanan ini berlanjut dan memperlihatkan perkembangan yang mengembirakan. Kurun waktu 1998 hingga 1999 Sumbar telah memiliki puluhan jenis tanaman yang mampu berperan sebagai pengendali hama dan penyakit. Adapun peranan dari pengendali hama dan penyakit tanaman ini meliputi mengusir, dan mempengaruhi metabolisme dalam tubuh dari hama yang menganggu tersebut. Sehingga dalam pola pengendalian ini tetap memperhatikan aspek kestabilan ekologi lingkungan.
Langkah yang telah ditempuh Dinas Petanian Sumbar, khususnya Balai Perlindungan Tanaman Sumbar ini memiliki kontribusi yang besar bagi Indonesia. Betapa tidak, pada tahun 1999 Indonesia ikut serta dalam kesepakatan internasional tentang pertanian organik, padahal sistem ini belum merata diterapkan di sejumlah provinsi di Indonesia. Pada saat itu hanya 12 provinsi yang dinyatakan siap dan Sumbar di antaranya.
Namun dalam perjalanan selajutnya menurut Indra Yully, kebijakan ini belum sepenuhnya ada gerakan dari Pemrov Sumbar pada waktu itu, namun hal ini bukanlah halangan yang berarti bagi jajaran Balai Perlindungan Tanaman.
Pada saat itu dengan daya dan upaya yang ada,dan malah cendrung swadaya Djoni mengumpulkan sejumlah petugas lapangan PHT yang kemudian mengadakan rapat-rapat di rumah beliau. Dan langkah awal ini belum didanai oleh pemerintah, malahan Djoni mengandeng lembaga swadaya masyarakat yakni Mapeni, merupakan singkatan dari Masyarakat Peduli Petani yang dimotori oleh Apris Hamid.
Langkah berani dan cendrung nekad ini bermula dari menyewa sebidang lahan di dekat kediaman orang tua Djoni di daerah Agam tepatnya di Nagari Aia Tabik, Agam dengan luas sekitar satu hektar dan memiliki 30 jenis sayuran ekonomis tinggi. Maka dari lokasi inilah yang kemudian dijadikan labor alam dan tempat melatih petani untuk dapat mempelajari pertanian organik dengan benar.
Proses belajar dan berlatih yang lebih banyak bersifat otodidak serta berpedoman kepada kearifan lokal ini mampu memberi pencerahan dan pengalaman baru bagi para petani yang melakukan magang di tempat ini. Pada proses awal, sebanyak 50 petani dari berbagai daerah di Sumbar dilatih dan didik ditempat tersebut. Itupun setelah mendapat bantuan pendanaan dari salah seorang tokoh Sumbar yakni Profesor Fasli Jalal.
Ada yang unik pada angkatan pertama ini ujar Indra Yully mengenang, tepat pada pukul 12 malam para petani yang berjumlah 50 orang tersebut diwisuda. Maka, setelah proses pelatihan dan pendidikan tersebut, para wisudawan itu kembali ke daerahnya masing-masing dan menjadi agen pembaharuan dari sistem pertanian konvensional menjadi sistem pertanian organik yang telah berjalan selama ini. Dalam perkembangan selanjutnya, 50 orang petani binaan awal tersebut mampu memberi warna baru bagi lingkungan di mana mereka bermukim. Sebab, kecendrungan yang ada, para petani yang bakal diajak untuk mengubah sistem pertaniannya tidak mudah untuk beralih kalau tidak nampak atau terbukti hasil dari yang baru tersebut.

Posting Komentar

0 Komentar