Deretan kemah tampak berjejer di antara hijaunya rerumputan dan di bawah nauangan pohon berumur puluhan tahun. Siang nan terik itu terasa teduh diantara rimbunnya pohon. Suasana alam yang damai itu menjadi saksi ketika para petani yang berasal dari 26 nagari di Padangpariaman serta sejumlah utusan dari kabupaten lain di Sumbar itu sibuk melakukan lokakarya tentang persoalan kekinian yang mereka hadapi.
Jambore petani. Demikian mereka menyebut kegiatan tersebut. Agenda dua tahunan itu mereka gagas dan kelola sendiri. Dari petani, oleh petani dan untuk petani demikian kira-kira spirit yang terkandung dalam kegiatan yang berlangsung 16-19 November 2014 di Kampus INS Kayu Tanam tersebut.
Agar lebih berdaya guna, para petani tersebut dikelompokkan dalam beberapa worshop dan membahas tentang isu stategis dan melibatkan sejumlah stakeholder terkait seperti satuan kerja pemerintah daerah (SKPD) di lingkup Pemkab Padang Pariaman dan lembaga lain yang mereka nilai mitra kerja.
Kegiatan yang pertama kali dilaksanakan pada 2012 itu bernuansa intelektual serta bermaterikan diskusi dan saling berbagi pengalaman lapangan disamping juga ajang silaturahmi sesama petani. Pada kesempatan itu, para petani juga membuat sejumlah komitmen-komitmen dengan lembaga pemerintahan tentang langkah-langkah strategis ke depan yang akan mereka lakukan. Suatu kelembagaan yang bisa dijadikan sebagai model bagi pemberdayaan petani bagi daerah lainnya, atau bahkan di tingkat nasional. Bagaimana gagasan besar itu bisa terwujud?
Indra Medi, demikian nama di balik perhelatan besar tersebut. Sosok sederhana namun memiliki pemikiran besar itu mengungkapkan, awal terbesitnya gagasan membentuk gerakan ini hanya dari keinginan agar para petani makin berdikari dalam kehidupannya. Terutama pasca gempa 2009 lalu yang meluluhlantahkan kehidupan petani. Sehingga jambore petani ini bertajuk “ Tangguh Bencana dan Perubahan Iklim” adapun maksud dari tanguh bencana tersebut tak hanya bencana alam namun berbagai kendala yang dihadapi dan berpotensi merugikan petani.
Sebagaimana diketahui, kondisi petani sepertinya termarginalkan dan malah lemah dalam posisi tawar. Sehingga diharapkan petani mampu memenuhi kebutuhan hidup dasarnya. Dalam mewujudkan ide tersebut, sebagai langkah awal, Indra Medi bersama teman-teman seperti Syahruardi, BSc mulai menggalang pemikiran yang sama dengan petani lainnya. Maka dibentuklah gerakan Lumbung Pangan Hidup (LPH) maksudnya adalah pemanfaatan pekarangan sebagai penyedia makanan terdekat ketika terjadi bencana alam atau perubahan iklim. Sehingga di sekitar rumah dapat dimanfaatkan untuk menanam sayuran , tanaman bumbu, tanaman obatan hingga ternak seperti ikan dan ayam.
Dengan langkah ini, diharapkan petani bakal mampu menghadapi berbagai persoalan hingga kondisi terburuk sekalipun. Gerakan ini seiring waktu makin berkembang hingga pada penyelenggaraan sekolah lapangan dengan berbagai sisi ilmu seperti diantaranya budidaya padi ramah lingkungan (eco-rice) atau lebih dikenal dengan bercocok tanam secara organik.
Hal ini ditempuh dengan cara tidak membakar jerami, mengunakan pupuk organik buatan sendiri, mendayagunakan musuh alami untuk mengendalikan hama. Sementara sekolah lapang dibidang biogas adalah pemanfaatan kotoran ternak untuk dijadikan sumber energi dan pupuk organik, sedangkan sekolah lapang yang berkaitan dengan kebencanaan adalah peningkatan kemampuan dan ketrampilan siswa untuk menghadapi bencana alam dan perubahan iklim serta petani diberi pengetahuan untuk mengorganisir dan memperkuat diri menghadapi bencana mulai tingkat korong dan nagari.
Indra Medi yang pernah bekerja 25 tahun di perusahaan multinasional dengan jabatan strategis itu juga mengungkapkan, disamping melakukan sekolah lapangan, gerakan ini juga mendorong petani menjadi peneliti di lahan sendiri. Adapun maksudnya, petani melakukan penelitian dan percobaan untuk memperoleh jawaban atas persoalan yang dihadapinya
sehingga dengan pengamatan langsung dan melakukan sejumlah percobaan maka dengan sendirinya petani akan mendapatkan jawaban dari kendala yang menghadang.
sehingga dengan pengamatan langsung dan melakukan sejumlah percobaan maka dengan sendirinya petani akan mendapatkan jawaban dari kendala yang menghadang.
Program kerja lain yang mereka lakukan adalah membangun sistem jaminan sosial yang berada di tingkat korong dan nagari. Adapun bentuk program ini diantaranya mendinamisasi lembaga-lembaga keuangan tradisonal yang telah lema tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat petani. Sehingga lembaga itu mampu menjadi komponen penopang situasi dan kondisi darurat saat terjadi bencana atau dampak terjadinya perubahan iklim. Sementara itu untuk sistem ini petani juga diharapkan melatih dan memperkuat diri agar siaga bencana menjadi budaya dan prilaku sehari-hari.
Sebagai individu yang dilatih untuk mampu menghadapi bencana, petani dalam kelembagaan ini juga dilatih untuk membuat pembibitan tanaman multi guna. Maksudnya, para petani mampu mengetahui fungsi dari beragam tanaman yang mampu mengatasi bencana seperti erosi, pengikisan tepi sungai oleh air dan menjaga kestabilan daerah tangkapan air yang berguna menghindari longsor serta sejumlah fungsi lainnya.
Sebagai wadah untuk menjadikan petani makin berwawasan, maka dibentuklah Balai Belajar Masyarakat yang lengkap dengan sarana dan prasarananya serta kurikulum yang mendukung. Prinsipnya Balai Belajar Masyarakat ini dibangun petani bermula dari kebutuhan dan kemampuannya .Sehingga balai ini adalah dari petani, oleh petani dan untuk petani. Sementara itu, dalam hal komunikasi dengan pihak luar, kelembagaan ini juga membuat suatu gebrakan dengan nama “Dialog Petani”. Adapun maksud dari gebrakan ini diantaranya, wadah untuk melakukan komunikasi dengan parapihak atau para pemangku kepentingan guna membangun kesepakatan bersama terkait upaya pengurangan resiko bencana dan adaptasi perubahan iklim.
Dalam pelaksanaanya, petani memanfaatkan hari temu lapangan di nagarinya atau datang langsung kepada para pihak seperti aparat pemerintahan lokal yang memiliki kapasitas atau kewenangan terkait isu yang berkembang. Dalam komunikasi ini diharapkan proses aspirasi langsung para petani dapat berjalan seperti yang diharapkan. Sehingga dengan jalur tersebut sekat-sekat komunikasi tidak akan ada lagi, dan ke depan antara rakyat khususnya petani dapat berinteraksi langsung dengan pimpinan instansi atau pihak yang berkopenten.
Sebagai suatu gerakan yang bersifat massal dan teroganisir, tentu bukan pekerjaan mudah untuk membangkitkan pertisipasi langsung masyarakat khususnya petani. Maka untuk menyikapi tantangan tersebut, Indra Merdi mengungkapkan bahwa langkah awal yang harus dilakukan dengan melakukan pendekatan langsung dan yang terpenting adalah analisa kebutuhan. Artinya, apa yang dibutuhkan petani dalam menghadapi masalahnya hidupnya. Maka beranjak dari analisa tersebut, disusunlah program kerja yang intinya adalah menolong petani untuk keluar dari persoalan yang menghimpitnya.
Dia memberi contoh, dalam keluarga petani tentu saja banyak kebutuhan yang harus dipenuhi dan yang paling utama adalah kebutuhan dasar seperti ketersediaan pangan. Maka beranjak dari kebutuhan itulah program ini bergerak dan mampu menjawab persoalan petani hingga pada kondisi yang tersulit seperti bencana. Oleh karena itulah Lumbung Pangan Hidup menjadi titik tolak awal untuk bergerak ke sejumlah program pemberdayaan petani yang lainnya.
Dalam kegiatan jambore petani tersebut juga digelar pameran tentang pencapaian-pencapaian yang berhasil diraih oleh para petani tersebut. Masing-masing kelompok workshop nagari atau petani peserta berlomba menperagakan program dan kegiatan yang telah mereka lakukan. Ajang tersebut merupakan barometer sejauh mana mereka telah mampu mengaplikasikan program yang diberikan. Dalam kesempatan itu, Indra Medi juga mengungkapkan bahwa pola yang diterapkan adalah memberi pancing bukan ikannya.
BERIKUT BEBERAPA PROFIL PETANI DI SUMATERA BARAT : JAFRINAL, MENHENRI, HESRI YELDI, HENDRI SONI, SUGIHARTI, DEWI KARLINA, KASMAN, FAUZI, dan INDRA MERDI.
BERIKUT BEBERAPA PROFIL PETANI DI SUMATERA BARAT : JAFRINAL, MENHENRI, HESRI YELDI, HENDRI SONI, SUGIHARTI, DEWI KARLINA, KASMAN, FAUZI, dan INDRA MERDI.
0 Komentar