Mengubah lawan menjadi kawan merupakan pekerjaan sulit, namun dalam pertanian organik hal itu bisa saja terjadi, setidaknya demikianlah yang dilakukan Menhendri salah seorang petani pakar di Agam.
Selama ini para petani telah dipusingkan dengan keberadaan keong mas yang sangat menggangu. Namun dalam filosofi pertanian organik semua makhluk hidup ciptaan Tuhan semua ada manfaatnya. Maka keberadaan keong mas ini bisa dijadikan sebagai nutrisi keong yakni berupa zat perangsang tumbuh yang alami.
Memang harus diakui para petani dituntt untuk kreatif dan mau bekerja keras. Sebab, komponen produksi pertanian sebelum mol keong ini tidak dijual di pasar dan harus dibuat sendiri. walau demikian semua jerih payah tersebut bakal dinikmati dalam bentuk hasil produksi yang berlimpah dan minim biaya.
Artinya, dengan luas lahan pertanian yang sama, namun dengan perlakukan yang berbeda serta dengan biaya produksi yang relatif rendah dapat menghasilkan panen yang jauh lebih tinggi.
Diakui Mehendri, dari pengalaman yang telah dialaminya biaya produksi yang dapat ditekan pada awal bertani secaraorganik berkisar diangka 60 persen. Penekanan biaya produksi tersebut memiliki arti yang sangat penting bagi petani. Sebab selama ini yang menyebabkan para [etani masih terbelenggu oleh kemiskinan karena masih tebelenggu biaya produksi yang makin membengkak seiring dengan mahalnya saprodi seperti pupuk dan pestisida sintetis.
Terlebih lagi makin lama kebutuhan terhadap saprodi sintetis itu semakin meningkat karena lingkungan atau areal pertanian semakin membutuhkan penambahan dosis. Karena ada kecendrungan dosis yang biasa dipakai akan tidak optimal terutama pestisida yang harus menyesuaikan dengan imunitas hama dan penyakit. Disamping itu juga terhadap kebutuhan pupuk yang juga cenderung makin meningkat hal ini disebabkan jasad organik yang ada dalam tanah ikut musnah sehingga kesuburan tanah hanya tergantung pada pupuk sintetis. Dan lebih parahnya lagi, tanah semakin tandus dan dalam jangka panjang sangat merusak lingkungan.
Telah berkiprah di pertanian organik selama 14 tahun, menjadikan sistem ini telah mendarah daginng baginya, sehingga Menhendri berani terjun untu memulai masa tanam dengan modal nol rupiah. Sebab dia berkeyakinan semua penunjang produksi pertanian itu dapat diproduksi sendiri tanpa mengeluarkan modal. Walaupun bagi sebagian besar petani hal ini sangat meberatkan, namun bagi Menhendri telah dapat mewujudkannya.
Dia mengakui, pada awalnya unntuk mengembangkan sistem ini banyak mendapat cemooh dari teman sejawatnya. Padahal kalau sistem ini telah diterapkan petani secara benar, maka manfaat yang sangat besar bakal dirasakan oleh para petani itu sendiri. baik dari segi keseharan apalagi darisisi ekonominya. Betapa tidak, para petani akan terbebas dari residu bahan kimia akibat penggunaan pestisida sistetis maupun pupuk sintetis. Sebab merekalah korban pertama akibat mebhirup udara yang tercemar itu. Sementara dari sisi ekonomi jelas dengan menekan biaya produksi tentu margin keuntungan bakal makin besar yang diperoleh petani yang bersangkutan.
Sebagai petani pakar, Menhendri memiliki tanggung jawab sebagai petani pendamping untuk petani lain di beberapa wilayah Sumbar. Dari pengalaman di lapangan, Menhendri juga menemui kendala eksternal berupa regulasi dari pemerintah yang belum optimal mendukung gerakan pertanian sistem organik ini, mulai dari Perda di pemerintahan provinsi hingga Perna di tingkat nagari. Wawau ada sejumlah nagari yang mulai menerapkan aturan yang keras berupa denda 5 sak seme jika para petaninya membakar jerami, namun dari segi persentasi sangat kecil.
Ke depan beliau berharap gerakan ini harus bersifat massal dan disukung oleh seluruh stakeholders sehingga kalangan petani secara bertahap mampu keluar dari lingkungan kemiskinan yang selama ini membelitnya.
BERIKUT BEBERAPA PROFIL PETANI DI SUMATERA BARAT : JAFRINAL, MENHENRI, HESRI YELDI, HENDRI SONI, SUGIHARTI, DEWI KARLINA, KASMAN, FAUZI, dan INDRA MERDI.
BERIKUT BEBERAPA PROFIL PETANI DI SUMATERA BARAT : JAFRINAL, MENHENRI, HESRI YELDI, HENDRI SONI, SUGIHARTI, DEWI KARLINA, KASMAN, FAUZI, dan INDRA MERDI.
0 Komentar