“JAFRINAL” Ketika Pingsan Di Kebun




Pengalaman adalah guru yang terbaik, demikian pepatah bijak mengatakan.

Jafrinal seorang petani cabe di Agam memiliki pengalaman yang dramatis terkait penggunaan pestisida berbahan kimia. Pernah suatu haru ketika mengendalukan hama di ladang cabenya, Jaf biasa pria itu di sapa sempat pingsan.
Ketika itu dia berpikir, untuk manusia saja sampai begitu akibatnya, apalagi untuk makhluk hidup lain yang lebih kecil tentu pada mati semua. Pestisida tak akan mampu memilih mana hama pengganggu dan yang tidak. Kalau dikaji secara agama, Jaf memiliki kesimpulan kalau pola ini diteruskan tentu saja dia akan menjadi pembunuh makhluk hidup lain yang menggangu.
“Pengalaman itu benar-benar membekas di hati, dan sejak itu saya bertekad tidak akan menggunakan pestisida lagi.” Ujar Jafrinal mengenang.
Memang diakui oleh Jaf, ketika itu dia begitu getol menggunakan pestisida sebagai upaya untuk mengendalikan hama pengganggu tanaman yang diusahakannya. Betapa tidak, dalam waktu relatif singkat hama pengganggu dapat dikendalikan. Namun upaya itu hanya bersifat sementara. Kalau dikalkulasikan dalam jangka waktu panjang maka lebih banyak kerugian yang akan ditanggung oleh petani. Kesimpulan itu didapatkannya dari pengalaman sekian tahun sebagai petani dan pengamatan langsung dari berbagai pola tanaman yang diterapkannya selama ini.
Secara ekonomi, menurut Jaf sangat banyak dampak yang harus ditanngung oleh petani, secara logika, dia diuraikan berapa biaya yang harus ditanggung petani setiap musim tanam? Lebih dari itu, kecendrungan yang ada selama ini, setiap musim tanam kalau kita telah terbiasa menggunakan pestisida maka kedepannya petani yang bersangkutan harus tetap memakainya untuk musim tanam selanjutnya. Malahan ada sejumlah kasus yang terjadi kalau satu jenis pestisida dengan dosis tertentu tidak mempan lagi maka harus diganti dengan dosis yang lebih tinggi, sebab hama tersebut telah kebal terhadap pestisida yang lama. Konsekuensi yang harus ditanggung adalah menambah biaya produksi pada setiap musim tanam.
Berdasarkan logika tersebut, dia memiliki sejumlah argumen yang memperkuat bagaimana pola pertanian organik memang harus diterapkan, disamping memberikan keuntungan yang signifikan secara ekonomi dan kelestarian lingkungan. Namun yang lebih ditekankan oleh Jafrinal dalam usahatani dengan pola organik adalah pertanian yang Islami. Beliau berpendapat bahwa manusia diciptakan Tuhan sebagai khalifah di muka bumi yang harus menyelamatkan alam bukan malah merusaknya dengan menggunakan sejumlah bahan kimia yang nyat-nyata memberi dampak negatif terhadap lingkungan.
Memang harus diakui, mengusahakan pola pertanian dengan sistem organik harus memiliki komitmen yang tinggi untuk bekerja keras. Kenapa? Semua bahan yang mendukung produksi pertanian ini harus dibuat sendiri mulai dari pra tanam hingga pasca panen seperti pupuk, pengendali hama hingga zat perangsang tumbuh tanaman.
Hal ini sangat bertolak belakang dengan pertanian konvensional atau lebih dikenal dengan pola pertanian yang menggunakan bahan kimia. Semua unsur pendukung tersebut telah tersedia di kios-kios pertanian dan telah tersebar hingga pelosok daerah. Semuanya secara instan dapat dipergunakan tanpa repot-repot membuatnya. Walau dengan konsekuensi harus membeli dan memeliki kecendrungan harga yang terus naik dari waktu kewaktu, dan disertai dengan kelangkaan pada saat-saat tertentu.
Berdasarkan pengalaman dan analisa pribadi tersebut, akhirnya Jafrinal mulai mendalami pola organik dalam mengelola pertaniannya. Ketika memulai memang berat, penyebabnya karna telah terbiasa dengan pola instan yang memanjakan selama ini. Kalau butuh saprodi hanya tinggal beli, misalnya pupuk atau pestisida. Namun dengan pola organik harus dikerjakan sendiri sehingga pada tahap awal sering sakit pinggang ketika membuat pupuk kompos.
Kesungguhan Jafrinal pada pertanian organik dibuktikannya dengan mengikuti pola pelatihan dan pendidikan di Institut Pertanian Organik (IPO) Aie Angek Pada Angkatan ke II pada tahun 2007 lalu. Selama beberapa hari dia magang dan ditempa tentang prosedur-prosedur dasar dari pertanian organik itu sendiri. pola pelatihan itu, diakui Jaf dia mendapat ilmu mendalam mulai dari perencanaan awal tanam hingga panen yang keseluruhannya memiliki standar organik.
Malahan, usai magang dan menerapkan ilmu di lapangan, jafrinal memiliki konsep yang teguh tentang pertanian organik, seperti kerja ikhlas, jujur, ulet, kebersamaan yang kesemuanya sasuai dengan ajaran islam yang dianutnya.
Perubahan pola usahatani konvensional menjadi pertanian organik bukan mudah dilakukan oleh Jafrinal, mulai dari perubahan pola pikir, kebiasaan yang telah lama dilakukan dan lebih berat adalah pandangan yang negatif atau cemoohan dari lingkungan sekitar. Tak sedikit yang menilai perubahan pola pertanian ini dengan pandangannya yang sebeblah mata. Namun tekad yang bulat, tidak menggoyahkan prinsip Jafrinal untuk tetap menggunakan pola pertanian organik hingga saat ini.
Dampak lain yang dialami Jafrinal dengan mempraktekkan sistem organik adalah perubahan yang signifikan dari pola pikir dan mampu berpikir kritis disamping itu juga berani tampil di depan umum. Sebab, dalam pelatihan yang diadakan oleh dinas pertanian provinsi para petani diajarkan untuk bersikap kritis dan mampu merumuskan masalah dengan solusinya. Maka dalam sistem ini tak hanya pola pertanian saja yang diubah malah perilaku dan mental petani juga diubah. Dari perubahan individu tersebut juga bermuara pada perubahan sosial kelompok, sehingga kegotong royongan dan rasa senasib sepenanggungan juga ikut terbentuk.

BERIKUT BEBERAPA PROFIL PETANI DI SUMATERA BARAT : MENHENRI, HESRI YELDI, HENDRI SONI, SUGIHARTI, DEWI KARLINA, KASMAN, FAUZI, dan INDRA MERDI. 

Posting Komentar

0 Komentar