Strategi Komunikasi Pembangunan Pertanian pada Komunitas Dayak Kalimantan Barat


PERMASALAHAN

Provinsi Kalimantan Barat merupakan salah satu wilayah yang menjadi tempat hidup bagi masyarakat Dayak yang menyebar luas di Pulau Kalimantan. Dengan potensi sumber daya alam di Kalimantan yang didominasi oleh pertanian, maka masyarakat Dayak dengan sendirinya merupakan bagian dari subjek pembangunan pertanian di wilayah ini. Permasalahan selama ini adalah bahwa masyara kat Dayak kurang memiliki keberuntungan dalam hal kesempatan memperoleh akses informasi dibandingkan komunitas lainnya, seperti Melayu, Jawa dan Madura yang ada di Kalimantan Barat. Kondisi ini disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya adalah adanya kecenderungan kurangnya lembaga pemerintah maupun swasta dalam mengikutsertakan komunitas Dayak dalam program pembangunan pertanian di wilayahnya karena kesulitan dalam mengakses wilayahnya yang banyak tersebar di daerah pedalaman dan tepi hutan.Hal ini semestinya dipandang sebagai tantangan dalam melaksanakan pembangunan pertanian, karena komunitas Dayak memiliki hak dan kesempatan yang sama dalam mengakses informasi dan inovasi teknologi. Mengingat bahwa komunitas Dayak merupakan komunitas terbesar di Kalimantan Barat dengan penguasaan sumber daya lahan yang juga paling luas, berarti potensi peningkatan produktifitas pertanian di Kalimantan Barat sangat tergantung kepada partisipasi mereka. Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di wilayah Kalimanatan Barat dengan demikian mesti memanfaatkan hak ulayat tanah mereka. Seperti diungkapkan Singarimbun (1992), masyarakat Dayak memiliki hak ulayat yang sama seperti suku bangsa lainnya di Indonesia.

 Masih lemahnya perhatian dan pemberdayaan masyarakat Dayak dengan sendirinya menjadi hal yang menghambat proses pembangunan pertanian secara menyeluruh di Kalimantan Barat. Kesadaran akan pentingnya pemerataan kesempatan dalam pencapaian tingkat kesejahteraan hidup yang lebih baik saat ini menjadi hak bagi seluruh lapisan masyarakat, termasuk di dalamnya komunitas Dayak (Nihin, 2005). Masyarakat Dayak memiliki hak untuk menjadi pelaku pembangunan pertanian saat ini, terlebih dalam konteks program Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) dan Revitalisasi Penyuluhan.

Sebagai suku-suku lain, komunitas Dayak memiliki budaya yang spesifik, termasuk pola komunikasi di dalam masyarakatnya. Hal ini ditegaskan oleh De Vito (1993) yang menyatakan bahwa setiap masyarakat memiliki cara tersendiri dalam berkomunikasi, termasuk dalam pola komunikasi interpersonal di dalam komunitasnya. Komunitas Dayak selama ini masih terbatas kemampuannya dalam akses informasi dan inovasi teknologi khususnya bidang pertanian. Hal ini menghambat kemampuan mereka untuk meningkatkan produktifitas usahatani, pendapatan dan kesejahteraannya.

Bertolak dari kenyataan tersebut, maka diperlukan adanya strategi agar akses informasi dan inovasi teknologi yang ada lebih terbuka dan mudah, sehingga diharapkan akan tercapainya pemberdayaan dan revitalisasi pembangunan pertanian yang bersifat partisipatif, arif dan saling menguntungkan. Dalam upaya untuk mengidentifikasi strategi komunikasi yang tepat dalam pembagunan pertanian pada komunitas Dayak di Kalimantan Barat, maka diperlukan pencermatan dan review literatur yang berkaitan dengan budaya Dayak, pola dan strategi komunikasi dan hal lainnya. Review literatur yang digunakan diarahkan kepada adat komunitas Dayak, peran tokoh adat Dayak, komunikasi massa dan komunikasi kelompok yang kemudian ditransformasikan ke dalam pola komunikasi yang terjadi, sehingga didapatkan strategi komunikasi yang tepat. Sebagian besar review literatur bersumber dari literatur hasil kajian, artikel dan buku yang berhubungan dengan budaya Dayak, komunikasi massa dan komunikasi kelompok.

Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengidentifikasi peranan tokoh adat Dayak di dalam komunitasnya dan mengidentifikasi strategi komunikasi yang tepat dalam upaya meningkatkan akses informasi dan inovasi teknologi bagi komunitas Dayak. Tujuan akhirnya adalah untuk dapat meningkatkan pembangunan pertanian pada komunitas Dayak melalui strategi komunikasi yang lebih sesuai.
 
STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN PERTANIAN YANG SESUAI BAGI KOMUNITAS DAYAK
Komunikasi yang memuat berbagai informasi pembangunan, serta dari sisi sebaliknya, yaitu mengkomunikasikan apa permasalahan dan kebutuhan masyarakat dari bawah; merupakan hal yang esensial dalam pembangunan pertanian. Setiap strategi komunikasi bertolak atas berbagai asumsi dan mensyaratkan kondisi tertentu. Permasalahannya selama ini adalah dimana asumsi dan persyaratan tersebut tidak selalu sesuai dengan kondisi yang riel di tengah masyarakat yang sangat beragam, sehingga kelompok masyarakat tersebut menjadi terpinggirkan dari sistem komunikasi yang ada.

KONSEP DAN STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN

Komunikasi di dalam aktifitas pembangunan, khususnya pada bidang pembangunan pertanian menurut Hornik (1988), memiliki beberapa peran di antaranya adalah sebagai penghubung antar kelembagaan, penguat pesan, dan sekaligus sebagai akseletator dalam berinteraksi. Dalam konteks komunikasi pembangunan pada komunitas Dayak, maka ketiga peran komunikasi tersebut merupakan hal penting yang menjadi acuan dalam membuat strategi komunikasi yang akan diaplikasikan. Ketiga peran komunikasi tersebut dianggap penting karena hal tersebut merupakan jawaban dari kelemahan yang terjadi hingga saat ini, yaitu masih rendahnya akses komunikasi, khususnya di dalam pembangunan pertanian bagi komunitas Dayak di Kalimantan Barat.

Berbagai bentuk materi komunikasi yang selama ini tersedia sesungguhnya belum dapat dipahami atau diakses dengan optimal oleh orang Dayak. Materi komunikasi dari luar baik berupa materi tercetak maupun elektronik, seperti brosur, leaflet, majalah atau program radio dan televisi, tidak dapat diakses baik secara fisik maupun dari sisi komunikasi. Kendala dari sisi fisik disebabkan karena keberadaan masyarakat Dayak yang tidak terjangkau secara geografis, sedangkan kendala dari sisi berbahasa menyebabkan mereka tidak dapat memahami isi (content) yang terkandung di dalamnya.

Konsep dan strategi pembangunan yang selama ini dijalankan, yang cenderung seragam secara nasional, belum mampu menjangkau komunitas Dayak secara memadai. Hal ini disebabkan karena strategi komunikasi informasi yang dijalankan dari atas ke bawah tersebut berbentuk seragam padahal kondisi penerima (audiens) sangat beragam. Lebih jauh, berbagai asumsi dan prasyarat penerima (receiver) dari kebijakan strategi komunikasi tersebut tidak mampu dipenuhi oleh sebagian masyarakat, termasuk oleh masyarakat Dayak.

PENGEMBANGAN STRATEGI KOMUNIKASI KELOMPOK

Komunikasi kelompok merupakan salah satu bidang yang menjadi perhatian kalangan ahli komunikasi, karena komunikasi pada level ini memiliki pola dan bentuk tersendiri yang berbeda dengan komunikasi pada level individu maupun komunikasi massa. Selain itu, untuk mengembangkan komunikasi kelompok pada satu masyarakat tertentu juga dibutuhkan strategi tersendiri yang berbeda dengan ko munikasi kelompok di masyarakat lain. Hal ini terkait dengan ciri dan struktur kelompok dalam komunitas tersebut, serta perannya dalam masyarakat secara keseluruhan. Dalam komunikasi kelompok, peranan individual yang berada di dalamnya berbeda-beda, tergantung kepada posisi dan wewenangnya dalam kelompok tersebut.

Dalam pembangunan pertanian, Rogers (1983) mengungkapkan bahwa peranan inovator akan sangat berpengaruh dalam terjadinya difusi dan adopsi suatu inovasi teknologi pertanian. Inovator dapat berupa personal tokoh masyarakat ataupun lembaga adat yang riil hidup di tengah masyarakat seperti misalnya Dewan Adat. Pada berbagai sub-suku Dayak, meskipun sebutan bagi tetua atau tokoh adatnya berbeda-beda, namun memiliki peran yang sama yaitu sebagai panutan yang diikuti oleh komunitasnya. Tokoh adat merupakan pemimpin dalam komunitasnya, dan memiliki otoritas dalam berbagai bidang sekaligus.

Karena itulah, peran tokoh adat tersebut dapat dijadikan pintu masuk (akses), penghubung atau liaison person antara komunitasnya dan luar komunitasnya dalam penyampaian informasi dan inovasi teknologi. Fungsi liaison tersebut menjadi penting karena dapat menyampaikan dan menerima inovasi teknologi pertanian dari atau kepada komunitasnya. Selain itu, peran tokoh adat sebagai panutan dan pemimpin dalam komunitasnya akan dipercaya untuk menyampaikan informasi dari komunitasnya ke luar komunitasnya, dan sebaliknya untuk menyampaikan inovasi dari luar komunitasnya ke dalam komunitasnya sendiri.

Pola komunikasi yang perlu dikembangkan dalam pemberdayaan tokoh adat sebagai liaison person tersebut adalah berupa pemberdayaan komunikasi kelompok komunitasnya. Komunikasi kelompok yang dapat dikembangkan yaitu berupa pemberdayaan pertemuan kelompok dalam komunitasnya dengan mengembangkan pola penyampaian pendapat secara partisipatif oleh seluruh anggota pertemuan. Pertemuan adat tersebut dapat berupa pesta adat, upacara adat atau pertemuan adat yang bersifat rutin maupun temporer. Melalui pertemuan adat yang dipandu oleh tokoh adat yang berpengaruh dalam komunitasnya, maka dapat disampaikan dan dibicarakan berbagai hal di luar permasalahan adat. Dengan demikian diharapkan akan dicapai pemahaman bersama tentang suatu hal atau masalah di dalam anggota komunitas tersebut.

Agar keputusan-keputusan yang dihasilkan merupakan kesepakatan bersama seluruh komponen komunitas, maka pertemuanpertemuan tersebut harus berlangsung dalam suasana yang partisipatif. Namun demikian, hal ini pun merupakan sesuatu yang situasional, karena sangat tergantung kepada budaya yang ada di komunitas sub-suku masingmasing. Dalam kondisi tertentu, dapat saja terjadi bahwa pertemuan yang berlangsung bersifat satu arah, dimana keputusan ditetapkan oleh tokoh adatnya saja secara sepihak untuk komunitasnya.

Untuk lebih mengoptimalkan efektifitas komunikasi, hal lain yang dapat dilakukan adalah melakukan pemberdayaan terhadap tokoh adat sebagai inovator bagi komunitasnya. Khusus untuk komunitas Dayak, diharapkan nantinya jika terdapat informasi dan inovasi pertanian dari luar komunitas mereka, maka peran tokoh adat tersebut diharapkan akan lebih efektif. Efektifitas tersebut dicapai karena posisi dan otoritasnya di tengah komunitasnya tentu lebih diakui dan diperhatikan oleh anggota komunitasnya.

Namun demikian, pola penyampaian inovasi tersebut selayaknya dilakukan secara partisipatif dan tanpa paksaan. Sebagai contoh, untuk menyampaikan inovasi berupa introduksi varietas tanaman yang cocok bagi lahan tempat komunitas Dayak berada, maka dengan penyampaian dan didiskusikan dengan tokoh adat maka akan tercapai kesepakatan apakah varietas tersebut tepat dari segi sosial budaya komunitasnya. Selanjutnya inovasi dibahas didalam pertemuan komunitasnya, sehingga tercapai pemahaman bersama akan inovasi tersebut. Selanjutnya dalam tahap pelaksanaan dari keputusan tersebut, keberhasilan dan kegagalan yang didapatkan dari inovasi pada akhirnya merupakan pelajaran bagi komunitas tersebut, yang dirasakan dan dinikmati bersama oleh komunitasnya sebagai akibat dari keputusan bersamanya. Kegagalan implementasi suatu inovasi teknologi akan diterima secara lapang dada tanpa menyalahkan pihak manapun.

PENGEMBANGAN STRATEGI KOMUNIKASI MASSA

Di dalam pembangunan negara-negara berkembang yang sebagian besar masyarakatnya adalah masyarakat pertanian, diperlukan paradigma pembangunan baru yang memperhatikan beberapa hal, diantaranya adalah pemerataan penyebaran informasi dan keuntungan sosial ekonomi (Rogers, 1976). Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12/1992 Tentang Sistem Budidaya Pertanian Bab VI Pasal 57 ayat (2), bahwa Pemerintah berkewajiban memberikan pelayanan informasi yang mendukung pengembangan budidaya tanaman serta mendorong dan membina peran serta masyarakat dalam pemberian pelayanan (Departemen Dalam Negeri, 1992).

Kaitan dengan hal tersebut, maka pemerintah selaku penyelenggara negara memiliki tanggung jawab untuk membuka akses informasi dan inovasi teknologi terhadap warga negaranya, termasuk dalam hal ini adalah komunitas Dayak. Di dalam Pidato Presiden pada Pencanangan Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) di Jatiluhur pada tanggal 11 Juni 2005, menyebutkan bahwa beberapa kebijakan yang langsung terkait dengan sektor pertanian dan dalam kewenangan atau memerlukan masukan dari Departemen Pertanian, adalah (butir f) kebijakan dalam meningkatkan inovasi dan diseminasi teknologi tepat guna diarahkan untuk percepatan proses dan perluasan jaringan diseminasi dan penjaringan umpan balik inovasi pertanian (Pidato Presiden RI, 2005).

Pendekatan yang dapat dilakukan dalam membuka akses informasi dalam rangka percepatan diseminasi tersebut adalah dengan pemberdayaan komunikasi massa melalui media massa, seperti media televisi dan radio. Komunitas Dayak pada dasarnya menyenangi bidang seni, hal ini ditandai dengan adanya berbagai jenis tarian, pakaian adat, bahasa dan pemilihan warna dalam pakaian, simbol dan ukiran (Muslim dan Frans, 1992). Media radio sebagai perangkat komunikasi massa pada dekade 1970-1980 telah terbukti dapat menjadi salah satu ujung tombak dalam mendukung pembangunan pertanian di Indonesia dengan berfungsinya Kelompencapir (kelompok pendengar, pembaca dan pemirsa) yang berperan kuat dalam menyampaikan informasi pertanian (Soesanto, 1982).

Hal yang telah terbukti positif tersebut dapat diberdayakan kembali dengan memanfaatkan media radio dalam menyampaikan informasi inovasi teknologi pertanian yang bersifat dua arah (two way communication) dan interaktif. Pengemasan yang menarik dan tepat dengan menggunakan stasiun radio mini yang cakupan frekuensinya meliputi satu hingga beberapa sub-suku/ komunitas ataupun melalui stasiun radio besar seperti RRI Pontianak. Efektifitas komunikasi dapat ditingkatkan dengan menggunakan bahasa pengantar lokal (bahasa Dayak) dan musik-musik pengantar dari suku Dayak.

Untuk informasi berkenaan dengan pembangunan pertanian, dengan pengemasan materi komunikasi yang tepat, maka informasi dan inovasi teknologi bagi komunitas Dayak dapat terbuka lebar dan dapat dengan mudah dan relatif murah diakses. Pada gilirannya hal ini akan dapat lebih memberdayakan kehidupan sosial dan ekonomi komunitas Dayak. Meskipun secara faktual media radio pernah terbukti dapat menjadi saluran komunikasi bagi masyarakat pertanian secara umum, namun dibutuhkan revitalisasi media radio dalam mendukung pemberdayaan kehidupan sosial dan ekonomi komunitas Dayak di Kalimantan Barat. Radio memiliki peluang untuk menjangkau pendengar secara lebih luas, dan dapat diakses secara lebih murah.

Selain media radio, media massa lain yang dapat digunakan dalam meningkatkan akses komunitas Dayak terhadap informasi dan inovasi teknologi adalah media televisi. Saat ini media televisi bukan lagi merupakan barang mewah. Pada rumah tangga komunitas Dayak yang berada di wilayah ibukota kabupaten, sebagian telah memiliki televisi, meskipun masih banyak rumah tangga belum memiliki baik pesawat radio maupun televisi.

Televisi lokal di Kalimantan Barat saat ini telah banyak bermunculan walaupun dalam jangkauan siaran yang masih terbatas, sekitar radius 50-60 km dari stasiun televisi. Selain stasiun televisi lokal yang ada, TVRI Pontianak saat ini memiliki jangkauan siaran yang terluas dibandingkan stasiun televisi lokal yang terpancar ke seluruh wilayah Kalimantan Barat. Namun pada daerah-daerah yang lebih terpencil dan pedalaman, daya tangkap TVRI Pontianak masih lemah, dimana suara dan gambar tidak jelas atau kabur.

Media televisi memiliki keunggulan dibandingkan radio, yaitu berupa gambar bergerak di samping suara (audio visual), sehingga informasi yang disampaikan lebih nyata. Kelebihan tersebut dapat dimanfaatkan dalam menyampaikan informasi dan inovasi melalui penggambaran yang lebih nyata dibandingkan radio. Saat ini program televisi yang ada, khususnya TVRI, masih sedikit memuat programprogram siaran yang bernuansakan budaya Dayak. Program yang ada masih terbatas kepada peliputan acara-acara seremonial tahunan adat Dayak, seperti Naik Dango dan pembukaan gelar budaya Dayak dan dalam durasi yang pendek (15-30 menit). Program khusus mengenai adat Dayak masih sulit ditemui dalam program siaran di TVRI Pontianak.

Program-program TVRI Pontianak yang berisikan informasi dan inovasi teknologi pertanian secara audio visual yang dikemas dengan atribut dan nuansa adat Dayak dan durasi yang lebih lama (30-60 menit) akan lebih menarik minat para pemirsa komunitas Dayak untuk mengikuti program-program yang ditayangkan. Program tentang suatu inovasi teknologi pertanian dapat lebih menarik jika presenter yang membawakan acara menggunakan bahasa Dayak, pakaian Dayak dengan disisipi tari-tarian dan lagu-lagu Dayak, sehingga pesan yang disampaikan dapat mudah diingat dan dipahami oleh pemirsa komunitas Dayak. Pada akhirnya informasi dan inovasi yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh semua lapisan.

Saat ini terdapat satu stasiun baru swasta lokal di Kota Pontianak yang memiliki visi dalam mengembangkan budaya Dayak dan peduli terhadap lingkungan. Walaupun stasiun tersebut masih dalam tahap siaran percobaan, namun hal ini merupakan potensi dalam meningkatkan akses komunikasi komunitas Dayak terhadap informasi dan inovasi. Melalui program siaran yang lebih banyak bernuansakan budaya Dayak dan berdurasi lama (lebih dari 30 menit), maka akses komunikasi terhadap informasi dan inovasi dari komunitas Dayak dapat lebih meningkat.

Pemerintah dapat memainkan perannya untuk mendukung dalam pencapaian pemberdayaan ini. Peran pemerintah sebagai fasilitator dan inisiator bagi stakeholder dan pihak terkait lainnya dalam menyediakan sarana dan prasarana akses komunikasi, akan sangat penting dalam mempercepat terwujudnya peningkatan akses komunikasi pada komunitas Dayak. Dukungan berupa usaha perbanyakan relay TVRI Pontianak guna memperkuat frekuensi radio akan sangat berguna dalam penyampaian informasi dan inovasi teknologi pertanian melalui saluran komunikasi massa ini. Usaha-usaha yang mengarah kepada peningkatan akses dapat dilakukan dengan pencarian sumber-sumber dana melalui kerjasama (sharing) dengan pihak swasta dan Lembaga Swadaya Masyarakat, selain tentunya melalui penganggaran programprogram pada APBD masing-masing daerah.

Pengembangan komunikasi massa dengan perluasan jangkauan pemirsa televisi dengan mengembangkan televisi-televisi lokal merupakan sesuatu yang sudah umum di berbagai wilayah di Indonesia. Penggunaan bahasa lokal dengan nuansa sosial budaya setempat terbukti lebih efektif karena lebih mudah dipahami oleh pemirsa, karena disampaikan tidak hanya dengan bahasa setempat namun dikemas dengan cara dan pola pikir masyarakat setempat.

Posting Komentar

0 Komentar