MODEL PEMBELAJARAN DI P4S PALITO ORGANIK KABUPATEN LIMAPULUH KOTA

BAB I PENDAHULUAN
 1.1. Latar Belakang

Menyadari penting dan strategisnya pendidikan dalam proses dinamika kehidupan manusia, maka para pendiri bangsa kita, telah memberikan perhatian dan kepedulian tinggi terhadap pembangunan pendidikan nasional. Membahas pendidikan berarti pula membahas pembelajaran yang optimal membentuk sumberdaya manusia yang memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang profesional.

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar yang meliputi guru dan siswa yang saling bertukar informasi. Menurut Wikipedia, pengertian pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pengertian pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Di sisi lain pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, tetapi sebenarnya mempunyai konotasi yang berbeda.

Dalam konteks pendidikan, guru mengajar agar peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat memengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seorang peserta didik, namun proses pengajaran ini memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan pengajar saja. Sedangkan pembelajaran menyiratkan adanya interaksi antara pengajar dengan peserta didik. Untuk melaksanakan proses pembelajaran dapat berupa pelatihan, kursus, magang yang diselengarakan oleh lembaga pemerintah, suasta dan organisasi yang ada di masyatakat.

Pusat Pelatihan Pertanian dan Persesaan Swadaya (P4S). Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S) adalah salah satu kelembagaan pelatihan dan permagangan bagi keluarga tani, yang dibangun, dimiliki dan dikelola oleh petani, baik secara perorangan maupun kelompok. Hal ini merupakan perwujudan kemandirian di bidang pelatihan pertanian dan juga merupakan salah satu bentuk perwujudan nyata partisipatif aktif petani dalam mempercepat proses peningkatan penyebaran informasi dan teknologi, khususnya dalam membangun pertanian dan perdesaan melalui pembinaan secara terus menerus sehingga menjadi kelembagaan yang kuat dan mandiri.

Selain itu, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat sebagai basis pendidikan bagi masyarakat perlu dikembangkan secara komprehensip, fleksibel, dan beraneka ragam serta terbuka bagi semua kelompok usia dan anggota masyarakat sesuai dengan peranan, hasrat, kepentingan, dan kebutuhan belajar masyarakat.

1.2. Rumusan Masalah
Proses pembelajaran yang dilaksanakan pada Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S) Plito Organik Kabupaten Limapuluh kota mengunakan berbagai model pembelajaran yang dilakukan oleh masing-masing fasilitator dari beberapa model pembelajaran ada yang efektif dan ada yang kurang efektif dalam penjapaian tujuan pembelajaran.

1.3. Tujuan
Tujauan dari makalah ini melihat proses pembelajaran dengan model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) pada salah satu materi ajar (materi Pengendalian OPT pada tanaman padi) pada kegiatan pelatihan budidaya padi di Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S) Palito Organik.  

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Memilih Model Pembelajaran Yang Baik
Sebagai seorang guru harus mampu memilih model pembelajaran yang tepat bagi peserta didik. Karena itu dalam memilih model pembelajaran, guru harus memperhatikan keadaan atau kondisi siswa, bahan pelajaran serta sumber-sumber belajar yang ada agar penggunaan model pembelajara dapat diterapkan secara efektif dan menunjang keberhasilan belajar siswa. Seorang guru diharapkan memiliki motivasi dan semangat pembaharuan dalam proses pembelajaran yang dijalaninya.

Menurut Sardiman A. M. (2004 : 165), guru yang kompeten adalah guru yang mampu mengelola program belajar-mengajar. Mengelola di sini memiliki arti yang luas yang menyangkut bagaimana seorang guru mampu menguasai keterampilan dasar mengajar, seperti membuka dan menutup pelajaran, menjelaskan, menvariasi media, bertanya, memberi penguatan, dan sebagainya, juga bagaimana guru menerapkan strategi, teori belajar dan pembelajaran, dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif. Pendapat serupa dikemukakan oleh Colin Marsh (1996 : 10) yang menyatakan bahwa guru harus memiliki kompetensi mengajar, memotivasi peserta didik, membuat model instruksional, mengelola kelas, berkomunikasi, merencanakan pembelajaran, dan mengevaluasi. Semua kompetensi tersebut mendukung keberhasilan guru dalam mengajar. 

 2.2. Model Pembelajaran Kelompok (Cooperative Learning) 
 A. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif 
Usaha-usaha guru dalam membelajarkan siswa merupakan bagian yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan tujuan pembelajaran yang sudah direncanakan. Oleh karena itu pemilihan berbagai metode, strategi pendekatan serta teknik pembelajaran merupakan suatu hal yang utama. 
Menurut Eggen dan Kauchak dalam Wardhani(2005), model pembelajaran adalah pedoman berupa program atau petunjuk strategi mengajar yang dirancang untuk mencapai suatu pembelajaran. Pedoman itu memuat tanggung jawab guru dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran. 

Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan guru adalah model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. 

Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Nur (2000), semua model pembelajaran ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan dan struktur penghargaan. Struktur tugas, struktur tujuan dan struktur penghargaan pada model pembelajaran kooperatif berbeda dengan struktur tugas, struktur tujuan serta struktur penghargaan model pembelajaran yang lain. Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, serta pengembangan keterampilan sosial. 

Ada 2 (dua) bentuk pembelajaran kooperatif yang sudah luas dikenal :(Eggen,P 2012)
1. Jigsaw - strategi pembelajaran dimana siswa individu menjadi pakar tentang subbagian satu topik dan mengajarkan subbagian itu kepada orang lain - Jigsaw memiliki dua ciri utama : 1. Jigsaw dirancang untuk dirancang untuk mengajarkan bangunan pengetahuan sistematis (organized bodies of knowledge) satu topik yang mengkombinasikan fakta, konsep, generalisasi, dan hubungan diantara semua itu.
2. Jigsaw mencakup satu elemen bernama spesialisasi tugas (task specialization) menuntut siswa berbeda memainkan peranan khusus untuk mencapai tujuan satu kegiatan belajar. Menerapkan Pelajaran Menggunakan Jigsaw melibatkan 5 (lima) fase, yaitu
Fase 1: Menunjuk Pakar Siswa diberikan komponen topik untuk dipelajari secara mendalam.
Fase 2 : Mengumpulkan Informasi Pakar berupa siswa mempelajari komponen topik mereka sedalam mungkin
Fase 3 : Rapat Ahli Pakar dari setiap komponen topik berkumpul dan menyiapkan presentasi yang akan mereka sajikan kepada kelompok mereka. 
Fase 4 : Instruksi Rekan Pakar mempresentasikan informasi tentang komponen topik mereka kepada teman kelompok mereka
 Fase 5 : Review dan Penutup. Topik direview dan diringkas 

 2. Student Teams Achievement Divisions (Stad) 
 Sebuah strategi pembelajaran kooperatif yang memberi tim berkemampuan majemuk latihan untuk mempelajari konsep dan keahlian, bersama para swanya (Slavin, 1986) 
 Merencanakan pelajaran menggunakan Strategi Pembelajaran Kooperatif STAD adalah proses empat langkah yang mencakup hal berikut : 
 1. Melakukan perencanaan untuk mengajar kelas utuh Merancang rencana untuk mempresentasikan materi yang akan dipraktikkan siswa di dalam kelompok dengan cara yang sama. 
2. Mengatur kelompok Tujuannya menciptakan tim yang memiliki campuran kemampuan, gender, dan etnisitas. 
 3. Merencanakan studi tim 
 4. Menghitung skor dasar dan nilai perbaikan • Skor dasar adalah nilai rata2 siswa berdasarkan tes dan kuis masa lampau atau skor yang ditentukan oleh nilai semester lalu atau tahun lalu • Nilai perbaikan berdasarkan kinerja siswa di dalam satu tes atau kuis ketika dibandingkan dengan skor dasar mereka 

 2.3 . Prinsip Dasar Dan Ciri-Ciri Model Pembelajaran Kooperatif 
 Menurut Nur (2000), prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
1. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.
2. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota
3. Kelompok mempunyai tujuan yang sama. 
4. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya. 
5. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi. 
6. .Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya. 
7. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. 

Sedangkan ciri-ciri model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut : 
1. Siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai. 
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. 
3. Penghargaan lebih menekankan pada kelompok dari pada masing-masing individu. Dalam pembelajaran kooperatif dikembangkan diskusi dan komunikasi dengan tujuan agar siswa saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir kritis, saling menyampaikan pendapat, saling memberi kesempatan menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, saling menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman lain. 

2.4.  Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif 
Menurut Sharan, dkk. (Trianto, 2010: 80), membagi langkah-langkah pelaksanaan model investigasi kelompok meliputi 6 (enam) fase yaitu sebagai berikut. 
 a. Memilih topik Siswa memilih sub-subtopik tertentu dalam bidang bidang permasalahan umum tertentu, yang biasanya diterangkan oleh guru. Siswa kemudian diorganisasikan kedalam kelompok-kelompok kecil berorientasi tugas yang beranggota dua sampai enam orang. Komposisi kelompoknya heterogen baik secara akademis maupun etnis. 
b. Perencanaan kooperatif. Siswa dan guru merencanakan prosedur pembelajaran, tugas dan tujuan khusus yang konsisten dengan subtopik yang telah dipilih pada tahap pertama. 
c. Implementasi. Siswa menerapkan rencana yang telah mereka kembangkan di dalam tahap kedua. Kegiatan pembelajaran hendaknya melibatkan ragam aktivitas dan keterampilan yang luas dan hendaknya mengarahkan siswa kepada jenis-jenis sumber yang berbeda baik di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara ketat mengikuti kemajuan tiap kelompok dan menawarkan bantuan bila dibutuhkan.
d. Analisis dan sintesis. Siswa menganalisis dan menyintesis informasi yang diperoleh pada tahap ketiga dan merencanakan bagaimana informasi tersebut diringkas dan disajikan dengan cara yang menarik sebagai bahan untuk dipresentasikan kepada seluruh sekelas.
e. Presentasi hasil final. Beberapa atau semua kelompok menyajikan hasil penyelidikannya dengan cara yang menarik kepada seluruh kelas, dengan tujuan agar siswa yang lain saling terlibat satu sama lain dalam pekerjaan mereka dan memperoleh perspektif luas pada topik itu. Presentasi dikoordinasi oleh guru. 
 f. Evaluasi. Dalam hal kelompok-kelompok menangani aspek berbeda dari topik yang sama, siswa dan guru mengevaluasi tiap kontribusi kelompok terhadap kerja kelas sebagai suatu keseluruhan. Evalusi yang dilakukan dapat berupa penilaian individual atau kelompok.


III. PELAKSANAAN MODEL PEMBELAJARAN DI P4S PALITO ORGANIK KABUPATEN LIMAPULUH KOTA 
         
 Kegiatan pelatihan yang dilaksanakan pada P4S Plito Oragnik Kabupaten Limapuluh Kota dengan Judul diklat Teknis Agribisnis Padai bagi anggota Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya dilaksanakan selama 5 hari dengan dengan jumlah 40 jam berlatih (1 Jp @ 45”)

            Pembelajaran kooperatif berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim” (Isjoni dan Mohd. Arif Ismail, 2008: 150). pembelajaran kooperatif (cooperative learnig) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat samapai enam dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. model cooperative learning adalah sebuah model pembelajaran yang membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil dengan maksud agar siswa dapat bekerja dan belajar bersama dalam sebuah kelompok untuk menyelesaikan tugas secara bersama dan saling membantu dalam kelompoknya.
            Dalam model pembelajaran kooperatif lebih menekankan pada tugas-tugas yang diberikan guru untuk diselesaikan bersama dengan anggota kelompoknya, sedangkan peran guru hanya sebagai fasilitator dalam membimbing siswa menyelesaikan tugas.
           Prinsip Model Cooperative Learning Dalam proses pembelajaran yang menerapkan model cooperative learning, peran seorang guru atau pengajar adalah sebagai pembimbing dalam pelaksanaan proses pembelajaran dan sebagai konselor maupun konsultan dalam membantu mencarikan jalan keluar dari masalah-masalah yang dihadapi oleh siswanya.
           Menurut Udin S. Winataputra mengungkapkan (2001: 36-37) bahwa dalam kerangka ini pengajar seyogyanya membimbing dan mengarahkan kelompok melalui tiga tahap yaitu sebagai berikut.
a. Tahap pemecahan masalah.
b. Tahap pengelolaan kelas.
c. Tahap pemaknaan secara perorangan.
            Tahap pemecahan masalah berkenaan dengan proses menjawab pertanyaan yang telah dirumuskan. Masing-masing kelompok fokus pada subtopik yang menjadi bagian dari kelompoknya. Misalnya kelompok yang mendapat subtopik tentang teknologi produksi bahan makanan pada masa lalu akan membahas dan mencari informasi yang terkait masalah tersebut. Selanjutnya bagaimana masing-masing kelompok melakukan upaya untuk mencari pemecahan dari masalah yang ada dalam kelompoknya.
          Tahap pengelolaan kelas berkenaan dengan proses menjawab pertanyaan, informasi apa saja yang diperlukan, bagaimana mengorganisasikan kelompok untuk memperoleh informasi itu. Pada tahap ini masing-masing kelompok melakukan perencanaan kelompok yang berkaitan dengan bagaimana cara menyelesaikan masalah yang ada dalam kelompoknya, kemudian informasi apa saja yang akan digunakan dimana informasi tersebut dapat diperoleh di lingkungan sekitar ssiwa.
          Tahap pemaknaan secara perorangan berkenaan dengan proses pengkajian bagaimana kelompok menghayati kesimpulanyang dibuatnya, dan apa yang membedakan seseorang sebagai hasil dari mengikuti proses tersebut. Setelah memperoleh informasi dari berbagai sumber langkah selanjutnya adalah melakukan diskusi, menganalisis dan menyimpulkan. Karena dalam model cooperative learningsiswa membangun pengetahuannya sendiri melalui belajar dalam kelompok, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator dan membimbing siswanya maka pengetahuan yang diperoleh siswa akan lebih bermakna, dan siswa dapat memperoleh pengalaman yang lebih melalui proses belajarnya daripada siswa yang belajar secara individual.

            Langkah-Langkah Model Cooperative Learning Menurut Sharan, dkk. (Trianto, 2010: 80), membagi langkah-langkah pelaksanaan model investigasi kelompok meliputi 6 (enam) fase yaitu sebagai berikut.
 a. Memilih topik Siswa memilih sub-subtopik tertentu dalam bidang bidang permasalahan umum tertentu, yang biasanya diterangkan oleh guru. Siswa kemudian diorganisasikan kedalam kelompok-kelompok kecil berorientasi tugas yang beranggota dua sampai enam orang. Komposisi kelompoknya heterogen baik secara akademis maupun etnis.
 b. Perencanaan kooperatif. Siswa dan guru merencanakan prosedur pembelajaran, tugas dan tujuan khusus yang konsisten dengan subtopik yang telah dipilih pada tahap pertama.
 c. Implementasi. Siswa menerapkan rencana yang telah mereka kembangkan di dalam tahap kedua. Kegiatan pembelajaran hendaknya melibatkan ragam aktivitas dan keterampilan yang luas dan hendaknya mengarahkan siswa kepada jenis-jenis sumber yang berbeda baik di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara ketat mengikuti kemajuan tiap kelompok dan menawarkan bantuan bila dibutuhkan.
d. Analisis dan sintesis. Siswa menganalisis dan menyintesis informasi yang diperoleh pada tahap ketiga dan merencanakan bagaimana informasi tersebut diringkas dan disajikan dengan cara yang menarik sebagai bahan untuk dipresentasikan kepada seluruh sekelas.
e. Presentasi hasil final. Beberapa atau semua kelompok menyajikan hasil penyelidikannya dengan cara yang menarik kepada seluruh kelas, dengan tujuan agar siswa yang lain saling terlibat satu sama lain dalam pekerjaan mereka dan memperoleh perspektif luas pada topik itu. Presentasi dikoordinasi oleh guru.

f. Evaluasi. Dalam hal kelompok-kelompok menangani aspek berbeda dari topik yang sama, siswa dan guru mengevaluasi tiap kontribusi kelompok terhadap kerja kelas sebagai suatu keseluruhan. Evalusi yang dilakukan dapat berupa penilaian individual atau kelompok.  

BAB III PEMBAHASAN
  
          Pola pembelajaran lagsung masih banyak dipakai oleh masyarakat, terutama dalam hal transformasi ilmu dan teknologi oleh dinas atau instansi terkait yang ingin memberikan penyuluhan kepada masyarakat/petani. Di Pariaman, khususnya kelurahan Ujung Batung dan sekitarnya masyarakat disana sering mendapatkan pembelajaran dengan pola pembelajaran langsung ini.
         Sebagai contoh : saat sosialisasi dalam peningkatan tanaman sayur-sayuran khususnya mentimun, instansi terkait datang kepada kelompok tani dimana kelompok tani tersebut dikumpulkan pada suatu ruang tertentu, disana telah hadir pejabat-pejabat pemerintahan dengan seperangkat penyuluhnya untuk memberikan pemaparan mengenai tata cara budidaya tanaman mentimun hingga aspek pemasarannya.Dari hasil pengamatan saya mengenai pola pembelajaran yang berorientasi pada tujuan tertentu, materi yang telah ditentukan,penggunaan media seperti infocus dan laptop, lingkungan pembelajaran terstruktur serta di instrukturi oleh “guru” yang dalam hal ini adalah penyuluh dari dinas pertanian setempat, maka penulis berkesimpulan bahwa model pembelajaran ini masih tergolong dalam pola pembelajaran langsung. Pada Model pembelajaran kelompok dapat kita ambil contoh seperti program Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM).
         Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) adalah tempat pembelajaran dalam bentuk berbagai macam keterampilan dengan memanfaatkan sarana, prasarana, dan segala potensi yang ada di sekitar lingkungan kehidupan masyarakat, agar masyarakat memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan danmemperbaiki taraf hidupnya Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat ini merupakan salah satu alternatif yang dipilih dan dijadikan sebagai ajang proses pemberdayaan masyarakat.
           Hal ini selaras dengan adanya pemikiran bahwa dengan melembagakan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat, maka akan banyak potensi yang dimiliki oleh masyarakat yang selama ini belum dikembangkan secara maksimal. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat diarahkan untuk dapat mengembangkan potensi-potensi tersebut menjadi bermanfaat bagi kehidupannya. Agar mampu mengembangkan potensi-potensi tersebut, maka diupayakan kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan di PKBM bervariasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
          Selain itu, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat sebagai basis pendidikan bagi masyarakat perlu dikembangkan secara komprehensip, fleksibel, dan beraneka ragam serta terbuka bagi semua kelompok usia dan anggota masyarakat sesuai dengan peranan, hasrat, kepentingan , dan kebutuhan belajar masyarakat. Oleh karena itu, jenis pendidikan yang diselenggarakan dalam Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) juga beragam sesuai dengan kebutuhan pendidikan dan pembelajaran masyarakat.

BAB IV KESIMPULAN 

Pendidikan merupakan faktor penting bagi masyarakat. Maju-mundurnya kualitas peradaban suatu masyarakat/bangsa sangat bergantung pada bagaimana kualitas pendidikan diselenggarakan oleh masyarakat.

Ada 2 model pembelajaran yang banyak dipakai saat ini yakni model pembelajaran langsung dan model pembelajaran kelompok. Model pembelajaran langsung adalah model pembelajaran yang menekankan pada penguasaan konsep dan/atau perubahan perilaku dengan mengutamakan pendekatan deduktif.

Sedangkan pembelajaran kooperatif (cooperative learnig) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat samapai enam dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.

Contoh kasus pada pembelajaran langsung adalah pada penyuluhan yang bersifat searah/linier dimana tidak ada umpan balik dari masyarakatnya, sedangkan contoh pembelajaran kooperatif adalah pada kegiatan Pusat Kegiatan Belajar Masyatakat (PKBM.

 Daftar Pustaka 
         Arifianto,RA. Peningkatan Mutu Pembelajaran Ips Dengan Model Learning Community Disd Muhammadiyah Sagan Yogyakarta tahun Ajaran 2008/2009
         Haryanto.Membangun Kesadaran Kritis melalui Pendidikan. Universitas Negeri Yogyakarta Nur dkk.(2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA UNIVERSITY PRESS

Posting Komentar

0 Komentar