A. KERAPATAN ADAT NAGARI (KAN) SEBAGAI SEBUAH LEMBAGA MASYARAKAT
Lembaga sosial adalah seperangkat ketentuan, aturan, norma sosial yang sudah sedemikian medalam (melembaga, internalisasi) sehingga keberadaanya disepakati dengan rasa tanggung jawab oleh seluruh anggota masyarakat (memasyarakat, institusionalisasi). Lembaga sosial mengatur berbagai pola kehidupan tertentu dalam masyarakat.
Kerapatan Adat Nagari (KAN) merupakan sebuah lembaga adat Minangkabau di tingkat Nagari yang bertugas sebagai penjaga dan pelestari adat dan budaya Minangkabau. KAN berda di bawah pengawasan Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) mulai dari tingkat kecamatan hingga Provinsi.
Kerapatan Adat Nagari adalah lembaga perwakilan permusyawaratan dan permufakatan adat tertinggi nagari yang telah ada dan diwarisi secara turun temurun sepanjang adat di tengah-tengah masyarakat di Sumatera Barat. KAN sebagai kelembagaan memiliki anggota-anggota kelembagaan dalam suatu struktur organisasi. Dalam hal ini KAN terdiri dari beberapa unsur dalam masyarakat Minangkabau yaitu beranggotakan wakil-wakil anak nagari yang terdiri dari atas alim ulama, kaum intelektual, dan ninik mamak atau yang biasa disebut tungku tigo sajarangan. Wakil-wakil anak nagari tersebut berfungsi sebagai kelompok pengambil keputusan dan mengakaji segala permasalahan yang dirasa penting dalam kehidupan masyarakat di nagari tersebut
B. KEWENANGAN, TUGAS DAN FUNGSI
Ruang lingkup kewenangan KAN meliputi pemberdayaan dan pelestarian adat dan pengelolaan Sako Pusako serta segala hal yang menyangkut ketentuan adat yang berlaku secara turun temurun sesuai dengan prinsip adat Salingka Nagari.
Kewenangan bidang pertanahan terhadap tanah ulayat atau pusako adat berupa tanah sesuai dengan adat Salingka Nagari dengan prinsip bajanjang naik batanggo turun. Kewenangan KAN tidak termasuk kewenangan nagari yang menyangkut urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah nagari.
KAN memiliki tugas : 1) Membina dan mengembangkan nilai-nilai Adat Minangkabau; 2) Mengembangkan adat dan budaya anak nagari; 3) Mengurus dan mengelola hal-hal yang berkaitan dengan sako, pusako dan sangsoko; 4) Membina masyarakat hukum adat nagari menurut filosofi Adat Basandi Syara’, Syara’ basandi Kitabullah; 5) Memberdayakan penggunaan tanah ulayat untuk meningkatkan kesejahteraan anak nagari; 6) Menyelesaikan perkara adat dan adat istiadat; 7) Mengusahakan perdamaian dan memberikan nasihat dibidang adat terhadap anggota masyarakat yang bersengketa serta memberikan kekuatan hukum terhadap sesuatu hal dan pembuktian lainnya sepanjang adat atau silsilah keturunan/ranji.; 8) Memberikan masukan kepada pemerintah nagari dalam pelestarian nilai-nilai adat. 9) Membuat penegasan segala ketentuan adat yang telah berlaku secara turun temurun sesuai dengan asal usul dan adat budaya nagari setempat sesuai dengan prinsip adat salingka nagari; 10) Mengajukan masukan bahan rancangan peraturan nagari tentang pemberdayaan dan pelestarian adat kepada wali nagari dan bamus nagari; dan 11) Mengelola keuangan sendiri dari sumber-sumber penerimaan yang disepakati bersama pemerintah nagari diatur dalam peraturan nagari.
KAN mempunyai fungsi : 1) Sebagai lembaga yang menjaga dan melestarikan adat nagari; 2) Sebagai lembaga pendidikan dan pengembangan adat; 3) Sebagai lembaga peradilan perdata adat nagari; 4) Sebagai lembaga koordinator dan konsultatif bagi pemerintah nagari dalam hal yang menyangkut pemberdayaan anak nagari dan ketentuan-ketentuan adat; 5) Sebagai lembaga teknis dalam hal penegasan hak atas tanah ulayat atau pusako adat yang berupa tanah.
C. KEPEMIMPINAN PADA LEMBAGA KEPARATAN ADAT NAGARI (KAN)
Kepemimpinan pada dasarnya berhubungan dengan keterampilan, kecakapan, dan tingkat pengaruh yang dimiliki oleh seseorang. Oleh sebab itu, kepemimpinan bisa dimiliki oleh orang yang bukan pemimpin. Sementara itu, istilah pemimpin digunakan dalam konteks hasil penggunaan peran seseorang terkait dengan kemampuannya untuk mempengaruhi orang lain dengan berbagai cara.
KAN merupakan tempat berkumpulnya para pemimpin yaitu penghulu-penghulu dari masing-masing kaum, alim ulama, dan cadiak pandai. KAN menjadi tempat penyelesaian segala permasalahan yang dialami dalam masyarakat seperti perilaku menyimpang yang dilakukan masyarakat. Misalnya pada kasus keponakan dari sebuah kaum melakukan tindakan perzinaan, maka KAN akan memanggil penghulunya untuk menjelaskan dan mencari solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah ini. Perbuatan yang dilakukan oleh keponakan ini akan membuat malu seorang penghulu kaum tersebut, seorang Penghulu dianggap tidak mampu dalam mengurus keponakannya.
Jadi KAN juga merupakan kontrol kinerja seorang penghulu (pemimpin) dalam masyarakat Minangkabau. Penghulu sebagai pemimpin yang memiliki jiwa kepemimpinan akan memperhatikan keponakan dan melakukan kontrol terhadap keponakan yang bersifat preventif yaitu usaha pencegahan penyimpangan sebelum penyimpangan sosial terjadi misalnya dengan teguran, pendidikan agama, dan sosialisasi nilai dan norma yang ada dalam masyarakat Minangkabau begitu juga dalam menyelesaikan masalah sosial lainnya, seperti masalah sengketa tanah pusaka antara mamak dan keponakan, hal ini dapat diselesaikan dengan perundingan untuk menghindari terjadinya perselisihan antara mamak dan keponakan.
Fungsi seorang pemimpin terdapat dua golongan besar, yaitu fungsi utama dan fungsi pelengkap. Yang termasuk fungsi utama adalah fungsi sebagai pembuat keputusan, sebagai ahli, sebagai wakil kelompok, sebagai pengawas hubungan dalam kelompok, sebagai orang yang mampu memberikan hadiah dan hukuman sebagai penengah dan pendamai. Sedangkan fungsi pelengkap adalah fungsi sebagai model atau contoh, sebagai simbol kelompok, sebagai penganti tanggung jawab individu, sebagai orang yang mempunyai ideologi yang kuat.
Saat ini fungsi dan peranan KAN sebagai lembaga kontrol sosial dalam kenagarian tidak terlihat lagi karena telah berkurangnya jiwa kepemimpinan para pemimpin yang ada di lembaga KAN telah tergantikan oleh lembaga sosial lain seperti kepolisian dan kejaksaan. Hal ini terbukti dengan banyaknya masyarakat yang mempunyai masalah langsung saja melapor ke kantor polisi dan tidak lagi meminta saran ke penghulu atau KAN. Sehingga ini mngekibatkan tidak berjalannya fungsi utama dan fungsi pelengkap penghulu di lembaga KAN dengan maksimal.
Tipe kepemimpinan dalam suatu organisasi atau lembaga dapat digolongkan dalam lima tipe sebagai berikut : 1) tipe otokratis, 2) tipe militeris, 3) tipe paternalis, 4) tipe karismatis, 5) tipe demokratis. Variasi yang baik dari tipe-tipe pemimpin ini adalah tipe kepemimpinan yang demokratis sekaligus karismatis. Dengan demikian keberadaan pemimpin memiliki legitimasi ganda karena dipilih dan menerapkan pola kepemimpinan yang demokratis sekaligus memiliki kharisma di hadapan masyarakatnya. Tetapi ada pendapat lain yang menyatakan bahwa seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang dapat menerapkan berbagai macam tipe memimpin diatas sesuai dengan kondisi dan situasi yang menuntut dia harus tegas maka sah-sah saja apabila pemimpin tersebut bertipe militeristis.
Maka dari itu, untuk dapat mengembalikan lembaga Kerapatan Adat Nagari (KAN) di Minangkabau sebagai lembaga perwakilan permusyawaratan dan permufakatan adat tertinggi nagari yang telah ada dan diwarisi secara turun temurun sepanjang adat di tengah-tengah masyarakat maka diperlukan para pemimpin yang yang memiliki jiwa kepemimpinan serta dapat menyesuaikan tipe atau gaya kepemimpinannya dengan situasi dan kondisi di masyarakatnya.
0 Komentar