Rumah besar pertanian yang mampu memberi manfaat sebesar-besarnya untuk pelayanan petani dalam peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai
Perkembangan penyelenggaraan penyuluhan pertanian pada era bimas, penyuluh telah menorehkan tinta emas atas keberhasilannya mencapai swasembada pangan khususnya beras, sehingga tahun 1984 Presiden RI mendapat penghargaan dari FAO. Keberhasilan ini pantas dibanggakan karena sebelumnya indonesia merupakan negara pengimpor beras di dunia menjadi negara swasembada beras. Pada era reformasi, sejak dilaksanakannya revitalisasi penyuluhan pertanian, pada tahun 2008 kembali penyuluh pertanian mencatat keberhasilannya mencapai swasembada beras yang kedua setelah 24 tahun.
Selanjutnya menghadapi tahun 2015-2019 sektor pertanian masih dihadapkan pada berbagai kendala, antara lain berupa jumlah penduduk yang terus meningkat, kerusakan lingkungan dan perubahan iklim dan infrastruktur (jaringan irigasi, jalan usaha tani, jalan produksi, pelabuhan yang dilengkapi pergudangan), belum tersedianya bibit unggul bermutu, pupuk, pestisida, alat dan mesin pertanian, hingga ketingkat usaha tani, konversi lahan produktif ke non pertanian yang tidak terkendali, ketergantungan konsumsi beras, kompetisi pemanfaatan air dan status kepemilikan lahan.
Dalam menghadapi kendala dan tantangan yang ada, Kabinet kerja telah menetapkan pencapaian swasembada berkelanjutan padi dan jagung serta swasembada kedelai yang harus dicapai hingga tahun 2017. Kementerian Pertanian telah memberikan pandangan tentang BP3K sebagai rumah besar dalam mendukung peningkatan produksi untuk percepatan pencapaian swasembada padi, jagung dan kedelai. Keberhasilan swasembada beras tersebut karena adanya pendekatan pelayanan Catur Sarana, meliputi penyuluhan pertanian, BRI, sarana produksi, dan KUD. Saat ini penyuluhan pertanian berkontribusi sangat baik dengan dukungan dana yang cukup. Sistem Kerja Latihan, Kunjungan dan Supervisi (Sistem Kerja LAKU SUSI), pelaksanaannya bermuara pada kunjungan peyuluh pertanian kepada setiap kelompok tani secara teratur, yaitu setiap dua minggu sekali, yang dilanjutkan dengan supervisi oleh Penyuluh Urusan Supervisi (Supervisor) atau pimpinan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP).
Latihan dan kunjungan bertujuan untuk memberikan materi penyuluhan yang dibutuhkan petani agar dapat meningkatkan produksi dan memberikan solusi terhadap masalah yang dihadapi oleh petani dalam menjalankan ushataninya. Jika penyuluh tidak dapat mengatasi masalah petani, permasalahan tersebut harus dibawa ke pelatihan di BPP yang dilaksanakan setiap dua minggu sekali.Pelatihan bagi penyuluh di BPP dilaksanakan dengan narasumber penyuluh senior dari BPP yang bersangkutan atau dapat juga dari instansi terkait dari Kabupaten/Kota, atau provinsi.
Saat ini BPP merupakan kelembagaan penyuluhan pertanian di kecamatan yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana untuk menyelenggarakan penyuluhan pertanian, seperti kamera, OHP, wireless, taperecoerder, mesin tik, kedaraan roda dua, dan lainnya. Selain itu, penyuluh mendapat latihan untuk meningkatkan berbagai pengetahuan dan keterampilan teknis dibidang pertanian di Balai Pelatihan.
Pada tahun 1998 dengan berlakunya Otonomi Daerah berdaampak pada Penyelenggaraan Penyuluhan yang tidak terorganisasikan dengan baik termasuk aset-aset penyuluhan yang ada di BPP telah diserahkan ke daerah dan beralih fungsi, berkurangnya tenaga penyuluh pertanian karena yang memiliki pangkat tinggi beralih ke jabatan struktural, dan banyak perubahan kondisi lingkungan kerja yang mengakibatkan penyuluhan menjadi terpuruk.
Mulai tahun 1999 penyuluhan terbengkalai, sehingga diterbitkan Undang-Undang No 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. Undang-undang tersebut mengamanatkan bahwa pemerintah pusat dan daerah agar melakukan pembenahan kelembagaan, ketenagaan dan penyelenggaraan penyuluhan.
Kelembagaan penyuluhan di kecamatan yang dulu disebut BPP diubah menjadi Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP3K) merupakan tempat pelayanan yang paling dekat dengan petani. BP3K harus diperkuat untuk menjalankan tugas dan fungsinya sesuai denga UU No 16 pasal 15 ayat (1) dan (2), yaitu mempunyai fungsi sebagai tempat pertemuan untuk menfasilitasi pelaksanaan penyuluhan. Sedangkan tugasnya yaitu :
Menyusun programa penyuluhan pertanian tingkat kecamatan sejalan dengan programa penyuluhan pertanian tingkat kabupaten/kota.
Melaksanakan penyuluhan pertanian berdasarkan programa penyuluhan pertanian.
Menyediakan dan menyebarkan informasi teknologi, sarana produksi, pembiayaan dan pasar
Memfasilitasi pengembangan kelembagaan dan kemitraan pelaku utama dan pelaku usaha.
Menfasilitasi peningkatan kapasitas penyuluh pertanian PNS , penyuluh swadaya dan penyuluh swasta melalui proses pembelajaran secara berkelanjutan.
Melaksanakan proses pembelajaran melalui percontohan dan pengembangan model usaha bagi pelaku utama dan pelaku usaha.
Pada dasarnya untuk tugas dan fungsi tersebut BP3K melaksanakan 3 kegiatan utama, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan penyuluhan pertanian. Dalam melaksanakan kegiatan dikoordinasikan oleh seorang pimpinan BP3K yang dibantu oleh
Penyuluh pertanian yang menangani urusan programa
Penyuluh pertanian yang menangani urusan sumber daya
Penyuluh pertanian yang menangani urusan supervisi.
Selain itu juga dibantu oleh seorang Urusan Tata Usaha dan beberapa penyuluh pertanian yang bergabung dalam Kelompok Jabatan Fungsional (KJF).
0 Komentar