Perspektif Teoritis Belajar Bagi Orang Dewasa



1.      Carl Rogers, 1969 (Free of Learning)
Carl Rogers mengemukakan bahwa peserta belajar dan fasilitator hendaknya memiliki pemahaman yang dalam mengenai dirinya melalui pengalaman kelompok yang lebih intensif, yang dikenal dengan istilah latihan sensitivitas atau disebut juga Kelompok T (T-groups), kelompok temu karya/wicara, kelompok laboratorium, lokakarya intensif, analisis transaksional, dan latihan hubungan masyarakat.
Menurut Rogers, latihan sensitivitas dimaksudkan untuk membantu peserta belajar berbagi rasa dalam penjajagan sikap dan hubungan interpersonal di antara mereka. Rogers menyebut sistem tersebut pembelajaran yang berpusat pada peserta belajar. Rogers mengemukakan ada tiga unsur penting dalam belajar berpengalaman (experimental learning):
a.       Peserta belajar hendaknya dihadapkan pada masalah nyata yang ingin dicari penyelesaiannya
b.      Apabila kesadaran akan masalah telah terbentuk, maka terbentuklah sikap terhadap masalah tersebut melalui proses kenyataan (realness – genuiness) – penerimaan (acceptance)– pengertian empatik (empathic understanding)
c.       Adanya sumber belajar, baik manusia maupun bahan tertulis/tercetak
Menurut Jarvis, belajar berpengalaman yang dikembangkan Rogers mengandung ciri – ciri berikut:
a.       Manusia memiliki potensi alamiah untuk belajar
b.      Kegiatan belajar terjadi ketika peserta belajar menyadari relevansi pelajaran tersebut bagi dirinya
c.       Kegiatan belajar melibatkan perubahan dalam organisasi dan persepsi diri
d.      Kegiatan belajar terjadi ketika peserta belajar tidak merasa takut
e.       Kebanyakan pelajaran penting diperoleh dengan cara melakukan
f.       Kegiatan belajar menjadi mudah apabila peserta belajar beraprtisipasi secara bertanggungjawab dalam proses belajar
g.      Rasa bebas, sifat kreatif, dan percaya diri memudahkan berlangsungnya proses belajar apabila peserta belajar berani mengkritik dan menilai diri sendiri
h.      Banyak hasil belajar yang bermanfaat dalam masyarakat diperoleh dengan mempelajari proses belajar dan memelihara keterbukaan pengalaman sehingga proses perubahan tersebut mungkin tergabung ke dalam diri sendiri

2.      Paulo Freire, 1972 (Pedagogy of the Oppresed)
Menurut Freire pendidikan dapat dirancang untuk percaya pada kemampuan diri pribadi (self-affirmation) yang pada akhirnya menghasilkan perjuangan kemerdekaan, membebaskan diri dari belenggu penjajahan. Ia terkenal dengan gagasannya yang disebut conscientization yang mendorong orang – orang untuk merdeka, memebebaskan diri dari penjajahan, serta mengendalikan dan menentukan nasibnya dari konsep pendidikan yang berfungsi sebagai “bank” yang bertujuan untuk komformalitas. Menurut Freire, prinsip dalam conscientization adalah sebagai berikut:
a.       Tak seorang pun yang dapat mengajar siapapun juga
b.      Tak seorang pun yang belajar sendiri
c.       Orang – orang harus belajar bersama, bertindak di dalam dan pada duniannya.
Menurut Freire, pendidikan harus mampu mengajukan permasalahan kemudian berjuang menimbulkan kesadaran akan perlunya perjuangan mencapai kemerdakaan. Pendidikan hendaknya berusaha menghasilkan tindakan intervensi kritis dalam realitas. untuk itu pendidikan hendaknya menerapkan metode dialogis yang diakhiri dengan tindakan, bukan sekedar bercakap – cakap tanpa tujuan.
Inti gagasan pendidikannya terletak pada konsepsi humanistik peserta belajar. Konsekuensi pelajarannya ialah sekali peserta belajar mempelajari suatu konsepsi humanistik, ia tidak boleh lagi pasif, bahkan harus menjadi peserta aktif perjuangan pembebasan massa dari cengkraman penjajah.

3.      Robert M. Gagne, 1977 (The Conditions of Learning)
Jarvis (1983:95-98) dan Travers (1977:148:149) mengemukakan karya Gagne penting bagi pendidikan orang dewasa, terutama yang berkaitan dengan kondisi belajar. Ia mengajukan delapan tipe belajar, tujuh diantaranya dianggap hierarkis dan yang kedelapan bisa terjadi pada setiap tingkatan. Kedelapan tipe beljar tersebut ialah: belajar berisyarat, belajar stimulus-respons, rangkain motorik, rangkain verbal, diskriminasi berganda, belajar konsep, belajar aturan, dan pemecahan masalah.
1.      Belajar berisyarat dapat terjadi pada tingkatan mana saja dari hierarki sebagai suatu bentuk classical conditioning. Tipe belajar ini dapat terjadi pada anak – anak maupun orang dewasa dalam bentuk sikap dan prasangka.
2.      Belajar stimulus-respons sama dengan operant conditioning, tetapi responsnya berbentuk ganjaran.
3.      Rangkaian motorik dan verbal berada pada tingkatan yang sama dalam hierarki. Rangkaian motorik tidak lain meruipakan belajar keterampilan, sedangkan rangkaian verbal yaitu belajar dengan cara menghapal (rote learning).
4.      Dalam belajar diskriminasi berganda, Gagne memasuki wilayah keterampilan intelektual yang berupa kemampuan membedakan beberapa jenis gejala yang serupa. Dengan tipe belajar ini, peserta belajar diharapkan memiliki kemampuan untuk menetapkan tipe yang tepat untuk sesuatu situasi khusus.
5.      Belajar konsep adalah belajar dengan kemampuan berpikir abstrak yang mulai dipelajari pada masa remaja (adolescence).
6.      Belajar aturan – aturan merupakan kemampuan merespons terhadap keseluruhan isyarat.
7.      Belajar pemecahan masalah merupakan tingkat tertinggi dalam tipe belajar menurut hierarki Gagni setelah tipe belajar aturan, bertujuan untuk menemukan jawaban terhadap situasi problematis. Tipe belajar pemecahan masalah merupakan dasar dari banyak latihan belajar bagi POD yang akhir – akhir ini ditemukan sejumlah daur (cycle) pemecahan masalah yang sama dalam daur kegiatan belajar POD. Daur pemecahan masalah yang dikemukakan oleh Gagne dapat digambarkan sebagai berikut:
1
5
4
3
2
6
 











Gambar: Daur Pemecahan Masalah (dikutip dari Jarvis 1983:97).
Keterangan kegiatan:
1.      Pengalaman sebagai suatu masalah
2.      Observasi dan refleksi selama data relevan dan mengasimilasikan pemikiran gagasan tentang masalah
3.      Merumuskan kemungkinan pemecahan masalah dengan mengajukan hipotesis
4.      Menguji hipotesis dengan data hasil penelitian hingga ditemukan hasil pengujian
5.      Mengasimilasikan solusi (pemecahan masalah)
6.      Pengalaman bukan lagi suatu masalah
4.      Jack Mezirow, 1981 (A Critical Theory of Adult Learning and Education)
Mezirow menyimpulkan bahwa sikap masyarakat terhadap penggunaan kelompok belajar dalam program yang dibantu oleh World Education, yakni pada umumnya belajar dalam kelompok merupakan alat paling efektif untuk menimbulkan perubahan sikap dan perilaku individu.
Mezirow bertolak dari asumsi bahwa setiap orang mengkonstruksikan kenyataan bergantung pada penguatan berbagai sumber dalam sosio budaya. Menurutnya, realitas itu sebagai perspektif yang akan ditransformasikan apabila perspektif individual tidak harmonis dengan pengalamannya. Mezirow melihat krisis kehidupan yang terjadi merupakan kesempatan bagi orang – orang cenderung kembali untuk belajar.oleh karena itu, pokok persoalan menurut analisis Mezirow terletak pada makna perspektif pendidikan yang apabila tidak dapat lagi menanggulangi secara memuaskan penyimpangan dalam situasi baru, maka transformasi dapat terjadi. Selanjutnya ia menyatakan bahwa urutan belajar yang tidak harmonis, dapat digambarkan dalam bentuk daur belajar, seperti:





Gambar. Daur Belajar menurut Mezirow
Keterangan:
A.    Pengalaman
B.     Pengasingan dari peranan sosial yang ditentukan
C.     Pembaruan kerangka atau penstrukturan ulang konsepsi realitas dan tempat seseorang di dalam kerangka
D.    Solidaritas berdasarkan perjanjian reintegrasi ke dalam masyarakat dengan perspektif baru
Mezirow menganggap pendidikan sebagai suatu kekuatan pembebasan individu dari belenggu dominasi budaya penjajah karena ia melihat kemerdakaan dari perspektif yang bersifat psikologis. Ia memusatkan perhatian pada konstruksi sosial dari realitas dan berpendapat bahwa kegiatan belajar sebagai suatu metode yang dapat mengubah realitas masyarakat. selanjutnya ia menyatakan ada perbedaan tingkatan refleksi, karena itu ia menetapkan tujuh tingkatan refleksi yang mungkin terjadi dalam masa dewasa, yaitu:
a.       Refleksivitas: kesadaran akan persepsi khusus, arti dan perilaku
b.      Refleksivitas afektif: kesadaran akan bagaimana individu merasakan apa yang dirasakan, dipikirkan, atau dilakukan
c.       Refleksivitas diskriminasi: penilaian kemanjuran persepsi, dan lain – lain
d.      Refleksivitas pertimbangan: kesadaran akan nilai petimbangan yang dikemukakan
e.       Refleksivitas konseptual: kememadaian konsep yang digunakan untuk pertimbangan
f.       Refleksivitas psikis: pengenalan kebiasaan membuat penilaian perasaan mengenai dasar informasi terbatas
g.      Refleksivitas teoritis: kesadaran akan mengapa satu himpunan bisa untuk menjelaskan pengalaman personal

5.      Malcolm Knowles, 1980 (The Modern Practice of Adult Education)
Knowles terkenal dengan teori andragoginya dan dianggap sebagai bapak teori andragogi meskipun bukan dia yang pertama menggunakan istilah tersebut.andragogi berasal dari bahasa Yunani dengan akar kata “Aner” yang artinya orang (man) untuk membedakannya dengan “paed” yaitu anak. Andragogi adalah seni dan ilmu yang digunakan untuk membantu orang dewasa belajar. Dalam laporannya, ia mengemukakan pendapat bahwa orang dewasa membutuhkan guru khusus, metode dan filsafat khusus, bukan teori pendidikan atau pedagogi yang diterapkan pada anak – anak. Untuk itu, dibuthkan guru profesional yang dapat bekerja sama dengan peserta belajar.
Knowles mengemukakan adanya perbedaan anatara belajar bagi orang dewasa dan belejar bagi anak – anak dilihat dari segi perkembangan kognitif. Menurut knowles ada empat asumsi utama yang membedakannya, yaitu:
a.       Konsep diri, orang dewasa membutuhkan kebebasan yang lebih bersifat mengarahkan diri
b.      Pengalaman, orang dewasa mengumpulkan pengalaman yang makin luas dan menjadi sumber daya yang kaya dalam kegiatan belajar
c.       Kesiapan untuk belajar, orang dewasa ingin mempelajari bidang masalah yang dihadapi dan dianggapnya relevan
d.      Orientasi arah kegiatan belajar, orang dewasa berpusat pada masalah dan kecil kemungkinannya berpusat pada subjek
Knowles mengajukan asumsi bahwa orang dewasa dapat belajar. Kalau ada orang dewasa mengeluh tidak dapat lagi belajar, itu karena ia kurang percaya pada kemampuan dirinya untuk belajar. Menurut hasil penelitian, yang berkurang hanyalah kecepatan belajarnya, bukan kecerdasannya yang berkaitan dengan pertambahan usia yang mengakibatkan beberapa unsur fisiologis seperti pendengaran dan penglihatan mengalami kemunduran.
Asumsi kedua yang digunakan Knowles adalah belajar merupakan suatu proses internal. Dari pertumbuhan tubuh ilmu pengetahuan (body of knowledge) mengenai proses belajar orang dewasa terdapat suatu kondisi belajar yang lebih kondusif terhadap pertumbuhan dan perkembangan kondisi belajra lainnya. Kondisi superior tersebut dihasilkan oleh praktik transaksi belajar – membelajarkan yang berkait dengan prinsip pembelajaran berikut:
a.       Peserta belajar merasakan butuh untuk belajar
b.      Lingkungan belajar nyaman secara fisik, saling percaya dan menghargai, saling bantu, bebas menyatakan pendapat dan menerima kenyataan adanya perbedaan
c.       Peserta belajar menghayati tujuan pengalaman belajar untuk menjadi tujuannya
d.      Peserta belajar merasa bertanggungjawab merencanakan dan mengoperasikan pengalaman belajar
e.       Peserta belajar berpartisipasi aktif dalam proses belajar
f.       Peserta belajar berhubungan dengan memanfaatkan pengalaman peserta belajar
g.      Peserta belajar memiliki hasrat maju mencapai tujuan
Orang dewasa cenderung memilih kegiatan belajar yang segera dapat diaplikasikan, baik pengetahuan maupun keterampilan. Mereka menyenangi kegiatan belajar yang memungkinkan merespons apa yang dirasakannya dalam situasi kehidupan yang dialaminya. Pendidikan orang dewasa pada hakikatnya berupa proses peningkatan kemampuan untuk menanggulangi masalah kehidupan yang dialaminya sekarang.



PERSPEKTIF TEORITIS PEMBELAJARAN ORANG DEWASA

Perspektif teoritis pembelajaran orang dewasa dimaksudkan untuk membahas hubungan di antara teori-teori pembelajaran yang dikemukakan oleh para pakar yang berkaitan dengan upaya pembelajaran orang dewasa yaitu :
1.    John Dewey, 1938, Experience in Education
John Dewey (1985-1952) dianggap sebagai pendidik paling berjasa dalam pendidikan orang dewasa sehingga ia perlu ditonjolkan dalam uraian perspektif teoritis pembelajaran oarang dewasa. Dalam buku yang berjudul Experience in Education, John Dewey berpendapat bahwa pengalaman merupakan jantung kehidupan manusia yang akan mengantarkannya kearah pertumbuhan dan kedewasaan. Pendidikan yang sebenarnya, hendaknya diperoleh dari pengalaman. Oleh karena itu, fasilitator berperan menyediakan jenis pengalaman yang baik yang memungkinkan peserta belajar memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang memudahkan berlangsungnya pertumbuhan dan perkembangan. Peserta belajar akan menjadi dewasa dengan struktur pengetahuan dan aturan sosial yang tidak dipaksakan kepadanya.
Menurut John Dewey, tanggung jawab kepemimpinan fasilitator mencakup hal-hal berikut :
a.       Upaya mengetahui kapasitas, kebutuhan, dan pengalaman dari mereka.
b.      Pengajuan saran untuk dipelajari dalam kelompok belajar serta menyiapkan saran tindak lanjut sehingga kegiatan belajar menjadi upaya kerjasama.
c.       Penggunaan lingkungan dan pengalaman serta penyadapan semua yang telah dipelajari
d.      Pemilihan kegiatan yang mendorong peserta belajar mengorganisasikan pengetahuan yang diperolehnya dari pengalaman mempelajari mata pelajaran.
e.       Upaya melihat ke depan untuk mengetahui arah pengalaman belajar dan meyakini bahwa pengalaman belajar tersebut berguna melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan.




2.    Jerome S. Bruner, 1968, Towards a Theory of Instructur
Bruner lahir pada tahun 1915 di New york City telah memperoleh gelar dari harvard pada usia 26 tahun dan telah diangkat menjdi profesor psikologi di Harvard pada usia 37 tahun. Hasil penelitian dan pemikirannya sangat dipengaruhi oleh ahli epistomologi genetika yaitu Jean Piaget.
Menurut Bruner, sekolah merupakan instrumen budaya yang sangat penting untuk pengembangan keterampilan intelektual. Oleh karena itu tekanan utama dalam pendidikan hendaknya diletakkan pada keterampilan peserta belajar dalam menggunakan dan merawat peralatan, melihat dan memikirkan objek, melaksanakan operasi simbolik, terutama kalau dihubungkan dengan teknologi dibidang kemanusiaan, yaitu pernyataan budaya.
Mengenai teori pembelajaran Bruner berpendapat tentang perlunya memperhatikan :
a.       Hakikat peserta belajar sebagai seorang yang ingin tahu,
b.      Hakikat pengetahuan dan
c.       Hakikat pemerolehan pengetahuan
Teori pembelajaran hendaknya meliputi lima aspek utama yaitu :
a.       Pengalaman optimal untuk mempengaruhi peserta belajar agar mau belajar
b.      Penstrukturan pengetahuan dan pemahaman optimal.
c.       Spesifikasi optimal urutan penyajian materi yang akan dipelajari
d.      Peranan sukses dan kegagalan serta hakikat ganjaran dan hukuman.
e.       Prosesdur untuk merangsang pemikiran dalam kegiatan pembelajaran dalam latar satuan pembelajaran (sekolah, kursus, kelompok belajar)
Menurutnya tujuan akhir pembelajaran pada suatu mata pelajaran adalah pembentukan pemahaman umum tentang struktur mata pelajaran itu yang dapat dihubungkan dengan hal lain secara bermakna. Tugas fasilitator ialah memberi peserta belajar pemahaman akan struktur pengetahuan agar mereka melihat secara tajam perbedaan antara pengetahuan yang berarti dari informasi yang kurang berarti.
Bruner membedakan transfer of learning positif dan yang negatif. Transfer belajar positif ialah upaya pentransferan sistem pengodean yang tepat diterapkan pada aturan peristiwa baru. Transfer negatif mencirikan suatu kasus atau seseorang keliru menerapkan sistem pengkodean yang dapat diaplikasikan.
Ia mengakui betapa pentingnya ganjaran, baik instrinsik maupun ekstrinsik, dalam upaya fasilitator mendorong kegiatan belajar peserta belajar, terutama ganjaran instrinsik. Pentingnya menekankan motivasi dan ganjaran intrinsik dalam bentuk :
a.       Kepuasan yang diperoleh dari percepatan kesadaran dan pemahaman.
b.      Tantangan untuk melatih penuh daya mental peserta belajar
c.       Pengembangan minat dan keterlibatan warga belajart
d.      Kepuasan yang diperoleh dari orang lain.
e.       Kegembiraan yang diterima dari penguasaan kognitif dan intelektual
f.       Rasa puas akan kompetensi dan prestasi
g.      Pengembangan timbal balik yang melibatkan kebutuhan manusiawi untuk merespon orang lain dan untuk belajar bersama rekan demi mencapai tujuam bersama.
Bruner membedakan antara dua alternatif terminal yang menyatakan bahwa usaha seseorang untuk mengetahui sesuatu diikutu oleh rasa sukses atau gagal serta ganjaran atau hukuman. Alasan pertama, sukses diikuti oleh ganjaran eksternal cenderung meningkatkan kemungkinan tingkah laku yang serupa dan akibat ini mungkin atau tidak diinginkan. Alasan keduaa, kesalah tingkah laku diikuti oleh sebuah hukuman eksternal, lebih besar kemungkinan merusak tingkah laku dari pada menyediakan landasan perbaikan.
Secara gamblang Bruner mengajukan penerapan metode penemuan dalam pembelajaran (discovery learning) yaitu kegiatan belajar yang dilakukan oleh peserta belajar tanpa diberikan bahan pelajaran dalam bentuk final, karena diminta untuk diorganisaikan sendiri. metode ini dianggap melibatkan upaya penemuan hubungan yang ada diantara pokok-pokok informasi. Batasan ini berhubungan erat dengan teori kategorisasi, berdasarkan pemikiran bahwa penemuan pada hakikatnya merupakan pembentukan sistem koding.
Ciri yang paling penting dari teknik penemuan sebagai suatu metode pembelajarn ialah tahap awal pembelajaran peserta belajar mendapatkan bimbingan dari fasilitator dibandingkan dengan metode pembelajaran lainnya. Metode penemuan berarti bahwa bimbingan yang disediakan tidak hanya kurang, diarahkan tetapi juga lebih banyak merangsang peserta belajar agar lebih bertanggung jawab terhadap kegaiatan belajarnya sendiri. manfaat lainnya yaitu metode penemuan memudahkan proses transfer dan ingatan.
Seringnya digunakan kode penemuan membawa peserta belajar memperoleh keterampilan dan pemecahan masalah, yang dinamakan penemuan heuristik. Berkenaan dengan motivasi, ia percaya dengan ganjaran ekstrinsik menjadi percaya pada penguatan instrinsik. Sejumlah penemuan yang berhasil membuat peserta belajar ingin belajar demi untuk memperoleh pengetahuan baru.
Dalam pembelajaran orang dewasa, seyogyanya fasilitator menyediakan pengalaman belajar yang membangkitkan proses bertanya sehingga pertanyaan peserta belajar dewasa berorientasi kearah yang khas bagi kebutuhan belajar orang dewasa.
Menurut Bruner pembelajaran merupakan upaya pembimbingan peserta belajar menempuh suatu urutan urutan pertanyaan dan pernyataan masalah atau tubuh pengetahuan yang meningkatkan kemampuan belajar peserta untuk memahami, mengubah, dan mentransfer apa yang mereka pelajari. Akhirnya semua peserta belajar membutuhkan penguatan sehingga relevansinya sangat jelas dalam pendidikn orang dewasa.

3.    Paulo Freire, 1972, Pedagogy of the Oppresed
Karya-karya Freire  tidak hanya menyangkut teori belajar orang dewasa, tetapi juga menyangkut teori pembelajaran orang dewasa, bahkan dapat dikatan karya Freire  lebih banyak menyangkut teori pembelajaran orang dewasa. Ada tiga unsur pendapat Freire  yang akan diulas dalam uraian ini.
Komponen dasar metode keaksaraan yang mencakup :
a.       Observasi berpartisipasi yang dilakukan oleh pendidik untuk mendengarkan logat daerah dari penduduk
b.      Kesulitan mencari kata-kata yang membangkitkan semangat
c.       Kodifikasi awal dari kata-kata ini ke dalam kesan visual yang merangsang orang tenggelam dalam budaya diam untuk muncul sebagai orang yang menyadari nilai budayanya.
d.      Dekodifikasi kata-kata tersebut dengan lingkaran budaya dibawah dorongannya untuk melepaskan diri dari koordinasi orang yang bukan fasilitator dalam artian konvensional, tetapi yang menjadi fasilitator peserta belajar dalam dialog antara peserta belajar dengan fasilitator sebagai penerima pengetahuan yang pasif.
e.       Kodifikasi baru yang kreatif merupakan suatu kritikan yang eksplisit dan bertujuan untuk bertindak, dimana mereka yang tadinya bertindak secara formal tunaaksara kini mulai menolak peranannya hanya sebagai objek dalam sejarah alam dan sosial dan berusaha menjadi subjek untuk memperbaiki nasib mereka.
Butir kedua yang penting mengenai proses ini ialah bahwa peserta belajar diharapkan untuk berpartisipasi dalam dialog untuk mempermasalahkanan kenyataan yang telah mereka dalami. Ini merupakan upaya pembebasan untuk menjadikan pertanyaan peserta belajar yang dahulunya dianggap suatu yang harus diterima begitu saja, kini telah disadari bahwa mereka telah disosialisakian kedalam budaya penajajah.  Dalam proses ini peserta tidak menjadi objek proses sosial, melainkan mereka telah berfungsi sebagai subjek pelaku yang kreatif dalam masyarakat.
Akhirnya  Freire  tidak menganggap pendidik dan peserta belajar sebagai dua subjek yang berbeda peranannya, tetapi dalam dialog sejati fasilitator membelajarkan peserta belajar, dan sebaliknya mereka juga belajar sambil membelajarkan fasilitator.. oleh karena itu dalam dialog terjadi saling merencanakan kegiatan pembelajaran sehingga menjadi relevan untuk memenuhi kebutuhan peserta belajar.
Dari uraian di atas, Freire menggunakan metode radikal terhadap pembelajaran dan mengungkapkannya sebagai metode yang dapat dimanfaatkan oleh peserta belajar untuk bertindak pada lingkungan sosio politis mereka untuk mengubahnya. Ia menganggap pendidik sebagai fasilator kegiatan belajar sedangkan pendidikan dianggap sebagai suatu proses perubahan.
Freire  menawarkan metode pembelajaran humanistik yang dapat dipisahkan dari unsur radikalisme politis meskipun dengan melakukannya akan gagal mengadili filsafat Freire . iya menyoroti fakta bahawa fasilitator da bahan ajar harus berbicara dengan bahasa yang sama dengan bahasa peserta belajar, harus menyadari bagaiman menciptakan kesemestaan makna dan apayang mereka lihat sebagai kebutuhan belajar, hendaklah memulai dari mana peserta belajar berasal dan mendorong mereka untuk menjajaki dan mempelajari pengalman mereka.

4.    Ivan Illich, 1973, Deschooling Society
Untuk memahami gagasan Illich  sebagai seorang penganut agama kristen yang radikal yang memperkenalkan pendekatan alternatif terhadap pendidikan. Illich berpendapat bahwa profesi pemebelajaran orang dewasa telah mendominasi orang-orang awam, menentukan apa yang dibutuhkan oleh orang-orang dengan mengatasnamakan lembaga profesional. Sekedar contoh dokter menentukan apakah seseorang menderita sakit, kemudian memerikan resep obat yang sesuai dengan kebutuhan dan meyakinkan bahwa pengobatan kesehatan mengambil tempat pada apartemen higienis dimana seseorang tidak dapat dilahirkan, tidak boleh sakit, dan tidak boleh meninggal. Hal yang sama adalah fasilitator menetapkan apa yang peserta belajar butuhkan untuk dipelajari, menetapkan pengobatan pendidikan dalam bangunan yang ngartifisialisasikan pengalaman nyata dalam kehidupan. Profesi mendominasi kehidupan orang-orang, menetapkan pa yang mereka anggap benar dan tepat. Penduduk pada umumnya tidak lebih dari penerima proses. Inilah yang menjadi inti pemikiran Illich.
Sejak pendidikan jatuh kepada ke dalam perangkap institusionalisasi, Illich mengusulkan pentingnya pentingnya masyarakat bebas bersekolah. Ia berpendapat bahwa hal tersebut penting mengingat bahwa bukan hanya pendidikan tetapi kenyataan masyarakat sendiri telah menjadi persekolahan. Pengetahuan yang telah diterima dan mandat untuk kenaikan pangkat dalam jabatan telah menjadi penjara dalam lembaga sekolah, tetapi tidak ada kesamaan hak untuk masuk ke dalammya, anggaran pendidikan, dan pendistribusiannya tidak berdasarkan kenyataan.
Illich menganjurkan perlunya dibuat jaringan kegiatan belajar dan sumber dana yang dibutuhkan pada setiap daerah wilayah. Ia juga mengajukan empat macam pendekatan yang berbeda yang memungkinkan peserta belajar memperoleh akases kesumber pendidikan yang mungkin membantunya menetapkan dan mencapai tujuannya sendiri yaitu pelayanan referensi terhadap objek pendidikan, pertukaran keterampilan, kesejawatan yang cocok, dan pelayanan referensi kepada para fasilitator.
Illich mengajukan kritik radikal mengenai masyarakat kontemporer dan posisi yang dominan yang diduduki oleh tenaga profesional.

5.    Malcom Knowles, 1980, The Modern Practice of Adult Eduction
Knowles membahas kedua aspek perspektif teoritis belajar dan pembelajaran sekaligus dalam bukunya. Ia mengemukakan 16 prinsip pembelajaran dalam merespon kondisi belajar.
a.       Menyingkap kemungkinan baru kepada peserta belajar untuk pemenuhan kebutuhan sendiri.
b.      Membantu peserta belajar mengungkapkan aspirasi mereka sendiri
c.       Membantu peserta belajar mendiagnosis masalah yang dihadapi
d.      Membantu peserta belajar dalam mengidentifikasi masalah kehidupan yang diakibatkan oleh kebutuhan belajar mereka
e.       Mengusahakan konsisi fisik yang kondusif bagi orang dewasa yang belajar
f.       Menerima dan memperlakukan peserta belajar sebagai manusia yang memiliki harga diri
g.      Berusaha membina hubungan kepercayaan dan kerjasama diantara sesama peserta belajar
h.      Menjadi rekan sepembelajaran dalam lingkup semangat gemar meneliti
i.        Melibatkan peserta belajar untuk saling membantu dalam proses perumusan tujuan belajar
j.        Berbagi motode yang potensial di antara sesama peserta belajar untuk mencapai tujuan ini.
k.      Membantu peserta belajar mengorganisasikan diri untuk mengerjakan tugas
l.        Membantu peserta belajar memanfaatkan pengalaman mereka sebagai sumber belajar
m.    Mencocokkan penyajian sumbernya sendiri dengan tingkat pengalaman belajar
n.      Membantu peserta belajar memadukan kegiatan pembelajaran baru dengan pengalaman mereka sendiri
o.      Melibatkan peserta belajar dalam menemukan kriteria dan metode-metode untuk mengukur kemajuan belajar.
p.      Membantu peserta belajar mengembangkan dan menerapkan prosedur penilaian kemampuan sendiri.
Knowles melihat andragogi sebagai pencakupan proses pembelajaran dan belajar melebihi daripada hanya belajar atau membelajarkan, dalam hal ini peting untuk memahami prinsip-prinsip ini mencakup pendidikan yang progresif bagi orang dewasa sehingga agak berbeda alam perspektif dari pendekatan lalu yang telah teruji.
Prinsip ini selalu diterapkan Knowles pada proses pembelajaran yang memiliki tujuh tahap yaitu :
a.       Menciptakan iklim yang kondusif bagi belajar
b.      Mengadakan struktur untuk saling merencanakan
c.       Mendiagnosis kebutuhan belajar
d.      Merumuskan arah belajar
e.       Merancang pola pengalaman belajar
f.       Mengelola pelaksanaan pengalaman belajar
g.      Mengevaluasi hasil dan mendiagnosis kembali kebutuhan belajar.
Dari sini terlihat bahwa Knowles secara tegas berpendapat  bahwa peserta  belajar harus berperan sebagai penyelidik yang aktif dalam proses belajar, berpartisipasi dalam setiap tahap, sedangkan fasilitator sebagai narasumber hendaknya berperan, baik dalam hal isi maupun dalam proses.

6.    Jean Piaget (Konstruktivisme)
Teori konstruktivisme adalah teori tentang pembelajaran yang menggambarkan bagaimana suatu pengetahuan itu didapatkan. Teori belajar ini menekankan pada pemerolehan ilmu pengetahuan yang dilakukan secara aktif oleh warga belajar melalui pengalamannya.
Pembelajaran konstruktivisme berarti membentuk, menciptakan, menemukan dan mengembangkan pengetahuan oleh siswa sendiri. Istilah konstruktivisme  dalam pembelajaran adalah
a.       Proses dan hasil pertanyaan, interprestasi, dan analisis informasi
b.      Menggunakan informasi dan proses berfikir untuk pengembangan, pembangunan, dan pemaknaan pengetahuan yang didapat
c.       Pemahaman tentang konsep ide
d.      Perpaduan pengalaman sekarang dengan pengalaman yang lalu tentang suatu objek atau pengetahuan tertentu.
Peserta didik dalam pembelajaran konstruktivisme
a.       Peserta didik aktif dalam proses pemebalajaran
b.      Melalui pertanyaan dan penemuan oleh mereka sendiri, berinteraksi dengan lingkungan sehingga mereka membangun pengetahuannya.
c.       Belajar secara aktif melalui kemampuan berfikir secara kritikal dan pemecahan masalah
d.      Peserta didik menemukan isi pelajaran bermakna dalam proses pembelajaran.
Pandangan konstruktivisme dan behavioristik tentang belajar dan pembelajaran
Konstruktivisme
Behavioristik
memandang pengetahuan adalah non objektif, bersifat kontemporer, selalu berubah, dan tidak menentu.
Memandang pengetahuan sebagai objektif, pasti dan tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi.
Belajar adalah penyusunan pengetahuan pengalaman konkret, aktivitas kolabor dan refleksi serta interpretasi. Mengajar adalah menata lingkungan agar sibelajar termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan
Belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar
Sibelajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pada pengalamnnya dan perspektif yang diapaki dalam menginterpretasikannya.
Sibelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan.
Mind berfungsi sebagai alat untuk menginterpetasikan peristiwa, objek, atau perspektif dalam dunia nyata sehingga makna yang dihasilkan unik dan individualistik
Fungsi mind adalah menjiplak struktur pengetahuan melalui proses berfikir yang dapat dianalisis dan dipilih sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan
Tujuan pembelajaran ditekankan pada belajar bagaimana belajar
Tujuan pembelajaran ditekankan pada pemahaman pengetahuan

Peranan fasilitator dalam pembelajaran konstruktivisme
a.       Menciptakan lingkungan yang inovatif
b.      Menyediakan bahan-bahan sebagai sumber belajar
c.       Membantu siswa dapat pengalaman tau mengekplorasi pengalaman
d.      Membantu siswa dalam membentuk konsep
e.       Membantu siswa dalam mengemukakan pikirannya
f.       Membantu siswa dalam menyelesaikan masalah.

Posting Komentar

0 Komentar